Limbah Plastik dari Aku, Kamu, Kita Semua sebagai Salah Satu Alternatif Bahan Bakar
Fanny Aldanasti, Teknik Kimia Universitas Sriwijaya
Di era modern seperti sekarang, seseorang tidak akan lepas dari barang berbahan plastik. Barang tersebut memiliki berbagai macam fungsi seperti beberapa diantaranya sebagai pembungkus makanan, perabotan rumah tangga, alat-alat listrik, dan lainnya. setiap barang dari bahan plastik tersebut tentu saja menjadi limbah yang merusak lingkungan dan ekosistem yang ada. Banyak peneliti maupun pemerintah mengupayakan berbagai macam cara agar limbah dari bahan plastik ini bisa diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat lain.
Seperti yang kita ketahui, limbah dari bahan plastik memerlukan waktu yang sangat lama agar bisa terurai. Dikutip dari BBC.com, sampah plastik khususnya dalam bentuk kantong, membutuhkan waktu 20 hingga 1000 tahun untuk akhirnya dapat terurai. Hal ini tentu sangat membahayakan lingkungan dan ekosistem yang ada di bumi. Selain waktu untuk terurai yang lama, jumlah limbah plastik yang dihasilkan pun sangat besar. Sebagai contoh, Indonesia diperkirakan akan menghasilkan sampah sekitar 66-67 juta ton sampah pada tahun 2019. Adapun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan jenis sampah yang dihasilkan didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60 persen dan sampah plastik yang mencapai 15 persen. Jumlah yang banyak tersebut mendorong para peneliti untuk mengubah limbah dari bahan plastik tersebut menjadi sesuatu yang berguna dan memiliki nilai jual yang tinggi seperti dijadikan bahan bakar.
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi energi yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai 7% per tahun. Angka tersebut berada di atas pertumbuhan konsumsi energi dunia yaitu sebesar 2,6% per tahun. Konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2015 terbagi untuk sektor industri sebesar 31,79%, rumah tangga sebesar 15,27%, komersial sebesar 5,09%, transportasi sebesar 45,51%, dan lain-lain sebesar 2,34%. Dari data tersebut terlihat bahwa peningkatan konsumsi energi pada sektor transportasi meningkat beberapa tahun belakangan ini.
Dari penjelasan di atas, dengan jumlah limbah plastik yang banyak serta kebutuhan akan bahan bakar minyak (energi tidak terbarukan), pengolahan lebih lanjut limbah tersebut telah banyak dilakukan. Menggunakan alat-alat yang sederhana, limbah plastik ini bisa diubah menjadi bahan bakar minyak. Seperti yang diketahui, plastik sendiri dibuat dari polimer-polimer yang sebelumnya didapat dari olahan minyak bumi. Dengan melelehkan kembali plastik, maka bisa didapat kembali minyak bumi. Minyak-minyak ini harus melewati proses pemisahan dan pemurnian terlebih dahulu agar dapat dipakai sebagai bahan bakar.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar. Salah satunya adalah Tamilkolundu dan Murugesan, 2012, melakukan penelitian dengan mengubah sampah plastik jenis PVC menjadi bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak dari plastik PVC ini mempunyai densitas 7% lebih tinggi dari solar. Demikian juga dengan viskositasnya, lebih tinggi 300% dibanding solar. Selanjutnya bahan bakar minyak yang berasal sampah plastik tersebut dicampur dengan solar. Campuran bahan bakar ini diuji coba pada mesin diesel satu silinder. Untuk kerja yang diamati antara lain konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesifik, dan efisiensi termal. Solar yang dicampur dengan minyak dari plastik menghasilkan unjuk kerja konsumsi bahan bakar lebih rendah dan efisiensi termal yang lebih tinggi. Serta masih banyak lagi penelitian lain yang belum sempat disebut oleh penulis satu per satu. Semua penelitian tersebut diharapkan dapat menjadikan limbah bahan plastik yang jumlahnya banyak sebagai alternatif bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin berkurang.