(sumber : Detik finance )
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami permasalahan terhadap transportasi, khususnya berkaitan dengan transportasi udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan bahan bakar lebih banyak dibandingkan dengan transportasi lainnya.Hal tersebut mengakibatkan menipisnya pasokkan minyak mentah yang berasal dari bahan bakar fosil di Indonesia ditambah lagi meningkatnya konsumsi energi seiring bertambahnya jumlah penduduk, kegiatan, dan luasnya kawasan. Kini masa kejayaan Indonesia sebagai pengekspor minyak telah usai. Data statistik menunjukan bahwa Indikator produksi dan konsumsi minyak nasional sangat berbanding jauh, dimana konsumsi minyak di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas produksi minyak didalam negeri pada tahun 2006-2015. Menurut laporan CIA yang bertajuk Global Trends 2025, memperingatkan bahwa akan ada ancaman serius akibat kelangkaan bahan bakar fosil, yakni minyak dan gas.
Pesawat merupakan alat transportasi yang sangat berpengaruh bagi Negara Indonesia untuk kemajuan suatu bangsa, baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan bentuk kepulauan. Negara Indonesia saat ini sedang dihadapkan masalah dimana harga tiket meningkat tajam sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menikmatinya. Permasalahan ini terjadi dikarenakan mahalnya bahan bakar avtur yang merupakan bahan bakar pesawat, harga avtur di Indonesia bahkan dinilai lebih mahal 10-15 persen jika dibandingkan dengan Negara Singapura dan Malaysia. Sedangkan menurut data Index Mundi, harga avtur dunia meningkat empat kali lipat sejak Januari 1999 dari $14,26 AS/barel menjadi $77,39/barel per Januari 2019. Dalam bisnis penerbangan, avtur memang memegang peranan penting dalam operasional sebuah maskapai. Menurut ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, avtur memberikan kontribusi sebesar 40 persen dari biaya operasional. Perlu kita ketahui, avtur adalah bahan bakar sejenis minyak tanah yang digunakan untuk mesin tipe turbin gas dengan titik didih antara 150° – 300°C, avtur memiliki sifat yang menyerupai kerosin karena memiliki rentang panjang rantai C yang sama. Komponen-komponen kerosin dan avtur terutama adalah senyawa-senyawa hidrokarbon parafinik (CnH2n+2) dan monoolefinik (CnH2n) atau naftenik (sikloalkan, CnH2n) dalam rentang C10 – C15. Sifat ini digunakan karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar jenis lain. Contohnya adalah volatilitas dibandingkan dengan bensin, avtur memiliki volatilitas yang lebih kecil sehingga mengurangi kemungkinan kehilangan bahan bakar dalam jumlah besar akibat penguapan pada ketinggian penerbangan. Di Indonesia, avtur hanya dijual oleh Perusahaan Pertamina. Oleh karena itu, Perusahaan Pertamina bertanggung jawab atas ketersediaan avtur dan harga yang dijual dari bahan bakar avtur.
Faktanya Indonesia memiliki potensi sumber biomassa yang melimpah, seperti TKKS yang perlu dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku energi terbarukan. Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia karena didukung oleh iklim dan tersedianya lahan yang sangat luas. Selain menghasilkan minyak sawit, pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan produk samping yaitu limbah cair (POME), cangkang sawit, sabut, dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Jumlah terbesar dari produk samping pengolahan kelapa sawit adalah TKKS yang dapat menghasilkan 230 kg dari setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diproduksi. Maka dari itu limbah TKKS harus diolah lebih lanjut jika tidak ingin mencemari lingkungan. Dari permasalahan tersebut, ditemukan solusi alternatif yaitu melalui penggunaan bioavtur. Bioavtur dipercaya dapat mengatasi permasalahan tersebut sebab bioavtur dapat mengolah biomassa (limbah TKKS) menjadi produk yang bernilai jual tinggi.
Jika kita lihat dari perbedaannya, avtur merupakan bahan bakar yang berasal dari fosil yang tidak dapat diperbarui sedangkan bioavtur merupakan bahan bakar yang berbasis nabati yang dapat diperbarui dan tersedia dalam jumlah yang besar. Sedangkan dari sifatnya, bioetanol lebih mampu mereduksi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global, serta lebih ramah lingkungan. Selain itu, bioavtur dikabarkan memiliki nilai lubrisitas (pelumasan) dan detergensi (pembersihan) yang cukup baik, sehingga memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja dari mesin dan juga berkontribusi dalam pembersihan turbin. Akan tetapi, kelemahannya bioavtur memiliki kecenderungan untuk membeku lebih cepat daripada bahan bakar avtur berbasis fosil biasa.
Di Indonensia saat ini tentunya sudah mulai mengembangkan bioavtur, dilansir dari situs CNN INDONESIA, mengatakan bahwa PT. Pertamina (Persero) berencana membangun pabrik bioavtur senilai US$ 450 juta – US$ 480 juta yang mampu memproduksi bahan bakar pesawat terbang ramah lingkungan sebanyak 260 juta liter per tahun. Untuk mewujudkan rencana tersebut, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) pelat merah akan menggandeng Wilmar Group, salah satu perusahaan kelapa sawit besar di Indonesia. “Penggunaan bioavtur sebagai bahan bakar penerbangan cepat atau lambat akan diterapkan, mengingat ICAO telah menetapkan target penurunan emisi dari penerbangan internasional yaitu kesepakatan Carbon Neutral Growth pada 2020 dan penurunan emisi dari penerbangan hingga 50 persen pada 2050 dibandingkan 2005″, ujar pakar penerbangan Wendy Aritenang. Wendy menjelaskan “bila ingin memproduksi sendiri produk bioavtur, maka Indonesia harus mempersiapkan berbagai hal mulai saat ini. Indonesia memiliki beragam keanekaragaman hayati yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pengembangan bioavtur. Namun, apabila tidak mempersiapkan diri sejak dini, maka pilihannya ialah membeli bioavtur dari negara lain dengan biaya yang lebih tinggi dibandingkan produksi sendiri”. Saat ini di Indonesia riset dan teknologi tentang pengembangan bioavtur masih terbilang sedikit. Hal inilah yang akan menjadi tantangan bagi Indonesia ke depannya dalam memproduksi dan mengembangkan bioavtur sebagai bahan bakar transportasi udara.
DAFTAR PUSTAKA :
Aditiasari,D .2019. ”Ini Penyebab Harga Tiket Mahal”. (Online): https://finance.detik.com/infografis/d- 4445923/ini-penyebab-harga-tiket-pesawat-mahal. (Diakses pada tanggal 19 April 2019).
Norman,M.,dkk. 2014. “Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025 Tantangan dan Harapan”. Jakarta Pusat : CV. Rumah Buku.
Oke finance .2017. “Indonesia Harus Buat Keputusan Produksi atau Beli Bioavtur”. (Online):https://economy.okezone.com/read/2017/04/12/320/1665302/indonesia-harus-buat-keputusan-produksi-atau-beli-bioavtur. (Diakses pada tanggal 18 April 2019).
Primadhyta,S.2015. “Gandeng Wilmar, Pertamina Bangun Pabrik Bioavtur US$ 480 juta”. (Online): https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150812150523-85-71662/gandeng-wilmar-pertamina-bangun-pabrik-bioavtur-us–480-juta. (Diakses pada tanggal 16 April 2019).
Setiawan, R. 2017. “Indonesia Masih Impor Minyak? Wajar Aja Sih”. (Online): https://www.kompasiana.com/cakmat/599b0fb6cba8ac0eb857d422/indonesia-masih-impor-minyak-wajar-aja-sih?page=all. (Diakses pada tanggal 17 April 2019).
Valenta,E. 2019. “Membedah penyebab mahalnya harga avtur di Indonesia”. (Online): https://beritagar.id/artikel/berita/membedah-penyebab-mahalnya-harga-avtur-di-indonesia. (Diakses pada tanggal 17 April 2019).