Bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang dibentuk oleh proses-proses alami seperti anaerobik tumbuhan, dekomposisi dan organisme lainnya. Contoh bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas-gas alam, batubara. Menurut data yang dirilis oleh World Resources Institute(WRI) di Washington DC, Sumber emisi terbanyak di Indonesia berasal dari pertanian dan kehutanan, keduanya menghasilkan sebagian besar emisi akibat pembakaran lahan. Emisi ini dihasilkan oleh sejumlah besar konsumsi minyak mentah yang menghasilkan tingkat emisi yang tinggi. Setiap tahunnya pembakaran bahan bakar menghasilkan CO2 yang meningkat dan hal ini akan menjadi dampak besar yang global bagi lingkungan maupun kesehatan. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan pengganti sumber energi konvensional yang dinilai sangat merugikan jika terus digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Sumber energi alternatif yang diusulkan adalah gas alam. Ditinjau dari penyebabnya, salah satu cara untuk mengurangi emisi bahan bakar dapat dilakukan dengan mengganti bahan bakar minyak dengan CNG sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih ramah lingkungan dan lebih aman digunakan.
Saat ini gas alam digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dalam bentuk compressed natural gas (CNG) dan liquefied natural gas (LNG), terutama untuk kendaraan umum di kota-kota besar di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah stasiun pengisian bahan bakar gas yang masih terbatas sehingga kendaraan umum “hybrid” masih lebih banyak menggunakan bahan bakar minyak untuk beroperasi. Padahal jika CNG dimanfaatkan sebagai bahan bakar utama sebagian besar kendaraan umum, maka hal ini dapat mengurangi tingkat polusi dikota-kota besar. Selain digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan, gas alam juga dapat digunakan sebagai sumber pembangkit listrik yang jauh lebih bersih dari pada minyak dan batu bara, sumber bahan baku untuk berbagai industri, seperti industri pengolahan plastik, metanol, pupuk, dan baja. Dalam skala rumah tangga, gas juga digunakan sebagai sumber energi untuk memasak dan memanaskan atau mendinginkan ruangan dan air. Pemerintah Indonesia bisa mulai secara berangsur mengalihkan BBM ke CNG dengan merambahnya terlebih dahulu di sektor industri,transportasi umum seperti bus dan kendaraan berat, dan pembangkit tenaga listrik. Dengan begitu, peningkatan armada dan kualitas transportasi umum seperti bus pun akan signifikan yang berimbas pada pengurangan kemacetan, serta juga bisa mengurangi gas emisi karbon.
Di Indonesia, transportasi CNG melalui jalur laut masih belum berkembang dikarenakan resikonya yang besar terkait teknologi CNG yang masih baru. Selain itu karakteristik perairan di Indonesia adalah perairan dangkal (shallow water) sehingga belum ada perkembangan teknologi kearah sana. Padahal dengan CNG, negara Indonesia bisa melakukan penghematan subsidi BBM sekitar 452 miliar rupiah pertahunnya (Penetapan harga jual Vi-gas, 2009). Oleh karena itu, teknologi transportasi CNG yang memenuhi kriteria wilayah di Indonesia sangat penting. Mengingat jarak antar pulau di Indonesia yang relatif dekat dengan perairan yang dangkal serta masyarakat yang heterogen yang telah berkembang. Dan kapal tongkang (barge) merupakan jawaban yang tepat dalam transportasi CNG ke pulau-pulau di Indonesia. Dengan memakai konsep CNG Coselle, yaitu dengan mengganti kapal yang digunakan dalam pengangkutan, yang awalnya adalah tanker kemudian menjadi barge. Hal ini dimungkinkan untuk melakukan distribusi CNG ke berbagai wilayah di Indonesia.
Transport CNG di laut juga menjadi kendala dikarenakan biaya yang tinggi dan volume CNG yang sedikit. Hingga saat ini distribusi CNG dan gas alam lainya masih menggunakan tanker ship, ini membuat gas alam tidak bisa didistribusikan merata dikarenakan kapal tanker membutuhkan alutsista pelabuhan yang memadai dan kedalaman air yang cukup dalam untuk bongkar muat. Oleh karena itu penulis mengusulkan teknologi penyimpanan CNG coselle yang diletakan di kapal barge yang ditarik oleh kapal tongkang (Barge Coselle) sehingga mampu menjangkau seluruh perairan Indonesia hingga kepulauan yang terluar. Penggabungan teknologi coselle dan mendistribusikan CNG dengan kapal barge yang ditarik oleh kapal tongkang dapat menjadi solusi dari permasalahan transportasi ini dimana distribusi CNG akan lebih praktis dan dapat menjangkau pulau-pulau kecil di wilayah terluar di Indonesia. Coselle merupakan bejana berbentuk pipa dengan diameter 6 inci dan panjang 21 kilometer yang digulung kemudian diletakkan diatas kapal barge. Teknologi Coselle juga mengurangi biaya produksi dengan pipa yang jauh lebih sedikit daripada penyimpanan produksi CNG normal. Coselle juga menghemat biaya karena CNG yang ditampung siap digunakan tanpa pemrosesan kembali. Perairan Indonesia yang relatif dangkal dengan kedalaman sekitar 300 -1000 meter merupakan sebuah keuntungan dalam pendistribusian menggunakan kapal tongkang.
Indonesia memiliki cadangan gas alam yang besar.Untuk memaksimalkan potensi itu menggunakan bahan bakar gas sebagai bahan utama dapat menghemat biaya dan mengurangi emisi bahan bakar. Mengunakan metode Kapal Barge Coselle sebagai bejana penampung CNG merupakan cara yang efisien untuk mendistribusikan CNG di seluruh perairan dangkal Indonesia. Menggunakan Coselle sebagai bejana merupakan cara yang paling efisien daripada LNG dan jaringan pipa. Berdasarkan pemaparan singkat ini, penulis ingin menyampaikan mengenai besar harapannya kepada Pemerintah Indonesia untuk secara cepat melihat keuntungan dan manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan CNG sebagai bahan bakar alternatif dengan memanfaatkan teknologi coselle dan kapal barge sehingga dapat memenuhi kebutuhan logistik akan bahan bakar gas di Indonesia sehingga menjadikan pengunaaan bahan bakar yang ramah lingkungan dan aman bagi Masyarakat Indonesia.