(sumber : http://www.zimsentinel.com/wp-content/uploads/2014/10/oil.jpg)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan suatu aktivitas. Dimulai dari bangun tidur, mandi, sarapan, berangkat sekolah, kerja ataupun kuliah, dan sampai kita pulang lagi ke rumah untuk beristirahat. Sebagian besar aktivitas dalam kehidupan kita difasilitasi dengan minyak bumi. Bagaimana tidak? Dimulai dari sarapan, makanan yang kita makan tentunya harus diolah atau dimasak dahulu. Makanan dimasak menggunakan bahan bakar agar makanan kita menjadi matang yaitu minyak tanah apabila memakai kompor minyak dan LPG apabila memakai kompor gas. Saat kita berangkat kuliah atau kerja baik kendaraan umum atau kendaraan pribadi, memakai bahan bakar agar kendaraan itu dapat bergerak. Bahan bakar yang digunakan bersumber dari turunan fraksi minyak bumi seperti solar dan bensin. Didalam mesin kendaraan, terdapat oli yang digunakan untuk mencegah keausan mesin. Jalan yang dilewati oleh kendaraan kita, terbuat dari aspal. Aspal ini terbuat dari residu yang merupakan fraksi terakhir dalam minyak bumi, Bahkan saat kita merayakan ulang tahun, lilin kue yang akan kita tiup serta korek yang digunakan untuk menyalakan lilinnya menggunakan bahan baku paraffin yang juga merupakan salah satu fraksi turunan minyak bumi.
Crude oil atau minyak bumi mentah diambil dari pengeboran minyak bumi yang berada di dalam perut bumi. Minyak bumi sendiri berasal dari makhluk hidup yang tertimbun ratusan juta tahun lalu lamanya dengan proses pembusukan. Mengingat akan pentingnya kebutuhan minyak bumi di dunia ini, khususnya di Indonesia tidak menutup kemungkinan adanya oknum-oknum yang menggunakan berbagai cara untuk bisa mendapatkan minyak bumi ini. Salah satu caranya adalah dengan pengeboran minyak secara terlarang. Menurut undang – undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, bahwa kegiatan hulu migas yaitu eksplorasi dan ekspoitasi serta kegiatan hilir migas yang meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, dan niaga, yang tidak memiliki izin sebagaimana yang diatur dengan undang-undang dikategorikan dengan tindakan pidana.
Praktek pengeboran illegal bisa mengurangi pendapatan daerah dan negara yang tentunya sangat merugikan dan tidak adi untuk sebagian pihak, Kegiatan pengeboran minyak secara illegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi dapat membahayakan masyarakat sekitar. Sumber daya alam yang kita miliki seperti migas seharusnya dikuasi oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kebutuhan dan kesejahteraan hidup masyarakat. Jika dilakukan pengeboran secara illegal, ini berarti hanya oknum-oknum tertentu yang bisa menikmati hasilnya. Selain itu, karena terbatasnya pengetahuan dan biaya, praktek pengeboran secara illegal tidak memakai cara yang benar dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam hulu migas sehingga bisa membahayakan lingkungan masyarakat sekitar.
Dan juga, pengeboran secara illegal bisa membahayakan kesehatan manusia, kenapa? Karena dengan pengeboran illegal, manusa bisa terkena beberapa kandungan minyak mentah yang berbahaya karena terpapar langsung akibat kurangnya peralatan dan perlengkapan pelindung. Bahan berbahaya itu antara lain adalah benzene (C6H6), toluene (C7H8), cylene (C8H10) serta sejumlah logam berat seperti tembaga (cu), arsen (ar), merkuri (hg), dan timbal (pb). Zat-zat tersebut bisa menyebabkan gangguan pada pernafasan, pencernaan, bahkan menyebabkan kanker. Selain itu dampak lain yang ditimbulkan adalah bisa menyebabkan tumbuhan yang ada disekitar sumur minyak bisa tercemar oleh logam-logam yang terkandung. Jika tumbuhan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka logam tersebut bisa berpindah ke tubuh manusia dan menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatannya.
Salah satu kasus pengeboran illegal yang merugikan ini terjadi di Aceh Timur, Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak. Sumur yang di bor, merupakan bagian dari wilayah Pertamina EP Aset I, yang dikelola dengan kerja sama operasi BUMD. Akibat dari pengeboran sumur illegal tersebut mengakibatkan meledaknya sumur tersebut, sehingga menimbulkan kebakaran. Dari masalah tersebut tercatat 5 korban jiwa dan puluhan warga mengalami luka bakar akibat kebakaran sumur minyak ini.
Selain itu, kasus seperti ini terjadi di Jambi tahun 2018, dimana polisi berhasil menangkap 10 orang pelaku karena kedapatan mengangkut sekitar 20 ton minyak secara illegal. Minyak tersebut didapat dari pengeboran terlarang di daerah Bajubang, kabupaten Batanghari di Jambi. Walaupun tidak menimbulkan korban jiwa seperti kasus di Aceh Timur, tetapi kerugian materil yang dialami oleh beberapa pihak.
Setiap tahun, jumlah pengeboran sumur yang illegal terus bertambah. Bermacam modus yang dilakukan oleh pelaku misalnya seperti dengan cara menyewa tanah seseorang yang diduga mengandung minyak. Sementara itu oknum petinggi tidak berani menutup sumur minyak ilegal dengan alasan agar warga sekitar bisa mencari nafkah di lokasi yang telah digali.
Untuk itu, pemerintah diharapkan untuk lebih menegakkan hukum bagi pelaku yang berusaha pemberantasan pengeboran minyak secara illegal dan lebih melakukan pengawasan lagi. Seperti memberikan hukuman yang berat kepada sang pelaku, dan lubang bekas pengeboran ditutup agar tidak membahayakan masyarakat sekitar dan tidak disalah gunakan lagi. Dilansir dari website migas.esdm.go.id, saat ini pemerintah telah berusaha memberantas oknum-oknum tersebut dengan membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengatasi illegal drilling ini. Namun satgas ini belum bisa beroperasi karena terkendala oleh biaya. Hal ini sangat disayangkan, semoga satgas yang bertugas mengatasi masalah ini bisa beroperasi secepatnya untuk mengurangi maraknya illegal drilling yang terjadi di Indonesia.
referensi :
- https://migas.esdm.go.id/post/read/atasi-illegal-drilling-pemerintah-bentuk-satgas
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180425084554-20-293338/pengeboran-minyak-ilegal-di-aceh-terbakar-lima-orang-tewas
- https://news.detik.com/berita/d-4427483/polisi-tangkap-10-orang-pengangkut-20-ton-minyak-ilegal-di-jambi