Indonesia merupakan negara dengan cadangan minyak bumi relatif besar, tak heran jika banyaknya cadangan minyak bumi membuat nilai ekspor minyak bumi di Indonesia tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah minyak bumi yang di ekspor dari Indonesia ke beberapa negara tujuan utama pernah menyentuh angka tertinggi sebesar 32.857 ribu ton dengan nilai Free On Board (FOB) sebesar 5.714,7 juta US Dollar pada tahun 2004. Semakin bertambahnya tahun membuat nilai ekspor minyak bumi Indonesia terus berkurang, data terbaru dari Badan Pusat Statistik menunjukkan angka ekspor minyak bumi di Indonesia sebesar 13.570,7 ribu ton dengan nilai Free On Board (FOB) sebesar 5.354,9 juta US Dollar pada tahun 2017. Ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah tingginya permintaan minyak bumi yang mengakibatkan menipisnya cadangan minyak bumi.
Produk-produk yang dihasilkan dari fraksionasi minyak bumi yaitu gas, nafta, gasolin (bensin), kerosin, solar, pelumas, dan residu. Produk yang paling sering digunakan oleh masyarakat umum sebagai kebutuhan sehari-hari adalah gasolin (bensin) dan solar, kedua produk ini adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang digunakan untuk kebutuhan transportasi.
Namun, seiring bergantinya tahun dan banyaknya jumlah kendaran pribadi di Indonesia membuat produksi BBM tak mencukupi dengan kebutuhan masyarakat, akibatnya persediaan BBM semakin menipis dan harganya yang relatif tinggi. Tak jarang jika ada beberapa SPBU di beberapa tempat kehabisan stok BBM dan efeknya berimbas ke masyarakat yang kesulitan untuk mencari dan membeli BBM untuk kebutuhan transportasi sebagai penunjang perekonomian mereka. Hal ini sangat tidak menguntungkan.
Pemerintah melakukan berbagai macam usaha untuk mencukupi kebutuhan BBM di Indonesia namun usaha tersebut tidak efektif untuk menutupi keterbatasan kesediaan BBM untuk didistribusikan, salah satunya adalah mengadakan BBM bersubsidi, (Ayuningtias, 2013) berpendapat bahwa Upaya pemerintah untuk menekan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sejauh ini hanya bersifat tambal sulam. Pemerintah kurang kreatif dalam upaya menurunkan besaran subsidi BBM dan pemerintah harus membuka kembali opsi kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemberian dana subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran.
Dari permasalahan diatas, ada beberapa alternatif lain untuk mecukupi kebutuhan BBM bagi masyarakat dan alternatif ini berpotensi untuk menggantikan BBM dari minyak bumi jika cadangan minyak bumi di Indonesia semakin menipis dan cenderung tidak dapat diproduksi lagi. Salah satu Alternatif ini bernama Biofuel atau Bahan Bakar Nabati (BBN). Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan sumber energi yang paling menjanjikan sebagai substitusi BBM fosil. oleh karena itu biofuel sering disebut pula energi hijau karena asal-usul dan emisinya yang bersifat ramah lingkungan dan tidak menyebabkan peningkatan pemanasan global secara signifikan (Wijaya, 2017). Produk-produk yang dihasilkan dari Biofuel yang menjadi alternatif pengganti BBM biasa adalah Biodiesel dan Biogasolin.
Biodiesel didefinisikan sebagai monoalkil ester dari rantai panjang asam lemak yang diturunkan dari sumber yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan hewani, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Bahan-bahan mentah untuk pembuatan biodiesel merupakan trigliserida-trigliserida, bahan mentah pembuatan biodiesel adalah asam-asam lemak yang merupakan produk samping industri pemurnian (refining) lemak dan minyak-lemak. Minyak dan lemak merupakan trigliserida, karena minyak dan lemak membentuk ester dari 3 molekul asam lemak yang terikat pada gliserol.
Biogasolin merupakan gasoline yang dibuat dari lemak atau minyak. Proses pembuatan biogasolin umumnya dilakukan dengan menggunakan metode hidrorengkah (hydrocracking). Rekasi hidrorengkah merupakan reaksi hidrogenasi pada proses katalitik dimana di dalam prosesnya memerlukan suatu katalis untuk mengikat hidrogen. Katalis yang digunakan dalam hidrorengkah harus memiliki 2 fungsi, situs asam mengkatalisis reaksi perengkahan dan situs logam mengkatalisis hidrogenasi. Kehadiran logam transisi pada material padatan seperti zeolit akan meningkatkan situs asam Lewis. Situs ini akan menangkap atom H dari gas hidrogen yang akan ditransfer pada senyawa yang akan direngkah. Selanjutnya atom H tersebut akan tersubstitusi pada senyawa hidrokarbon yang telah direngkah pada situs asam Bronsted pada katalis. Reaksi perengkahan pada ikatan C-C dengan pembentukan karbokation (karbenium dan karbonium ion) dikatalis suatu asam Bronsted dan situs asam Lewis pada padatan asam seperti SiO2 dan Al2O3 ataupun bentonit. Pada proses sintesis biogasolin dari trigliserida biasanya tidak dihasilkan produk tunggal, namun ada beberapa produk fraksi berat yang ikut dalam hasil. Dengan menggunakan teknik distilasi fraksinasi maka produk ringan (biogasolin) dapat dipisahkan dari campuran (Wijaya,2017).
kehadiran Biodiesel dan Biogasolin tentu menjadi angin segar bagi masyarakat. Krisis energi yang disebabkan oleh kurangnya pasokan BBM dari minyak bumi membuat masyarakat menjadi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan transportasi kini dapat diatasi dengan adanya produk dari Biofuel ini. Saat ini Biofuel telah digunakan di berbagai negara, industri Biofuel tersebar di Eropa, Amerika dan Asia. India, misalnya mengembangkan biodiesel dari tanaman jarak pagar (Jatropha). Kebanyakan biofuel dipakai untuk transportasi otomotif. India mentargetkan penggunaan 5% bioetanol sebagai bahan bakar transportasi, sementara cina sebagai prodesen utama etanol di Asia mentargetkan 15% bioetanol sebagai bahan bakar transportasinya pada tahun 2010. Biofuel dapat diproduksi dari sumber-sumber karbon dan dapat diproduksi dengan cepat dari biomassa. Sebagai Negara agraris, Indonesia sangat potensial mengembangkan industri biofuel nya sendiri. Pertama, bahan baku berupa tanaman energi tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Produksi tanaman energi dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat sehingga kita tidak perlu kawatir kekurangan sumber energi nabati ini (Wijaya, 2011).
Biofuel memiliki keunggulan dibandingkan dengan BBM dari minyak bumi, diantaranya adalah biaya produksi lebih rendah, emisi pembakaran yang lebih ringan dibandingkan BBM dari minyak bumi sehingga gas yang dikeluarkan lebih bersih dan lebih ramah lingkungan, serta harga jualnya yang sedikit lebih murah, Kini penjualan Biofuel di Indonesia sudah dilaksanakan, meskipun penjualannya saat ini belum mencapai target maksimal, Biofuel ini sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan transportasi bagi masyarakat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
- Ayuningtias, R., Murti, T. 2013. Pemerintah Kurang Kreatif Kendalikan Konsumsi BBM. https://id.beritasatu.com/energy/pemerintah-kurang-kreatif-kendalikan-konsumsi-bbm/74732.
- Badan Pusat statistik. 2019. Ekspor Minyak Bumi Mentah Menurut Negara Tujuan Utama 2000-2017. https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/1011/ekspor-minyak-bumi-mentah-menurut-negara-tujuan-utama-2000-2017.html
- Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi. Konsumsi / Penjualan BBM : http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=konsumsiBbm/index
- Wijaya, K. 2011. Biofuel dari Biomassa. https://pse.ugm.ac.id/biofuel-dari-biomassa/. Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta
- Wijaya, K. 2017. Peran Riset Biofuel Sebagai Energi Baru dan Terbarukan untuk Penguatan Literasi Kimia di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY 2017 : Yogyakarta