Seiring dengan perkembangan zaman, minyak bumi dan gas alam memiliki peran penting dan strategis. Berdasarkan data statistik Indonesia telah mengalami peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sedangkan Cadangan minyak dunia diperkirakan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan selama 30 tahun kedepan. Di Indonesia ini minyak solar yang paling banyak dikonsumsi adalah BBM . Sekarang ini Indonesia masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri agar kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk bidang transportasi dan energi dapat tercukupi. Sedangkan harga minyak mentah dunia yang semakin naik memberikan dampak besar bagi perekonomian Indonesia, terutama kenaikan harga BBM. Hal tersebut mengakibatkan naiknya biaya pada proses industri dan juga transportasi. Minyak bumi yang dibutuhkan sekarang ini terus meningkat. Hal tersebut harus diantisipasi yaitu dengan mencari sumber energi alternatif. Krisis BBM yang melanda dunia telah mendorong berbagai negara untuk bertindak kreatif mengeksploasi sumber-sumber energi baru sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan energinya, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
Minyak bumi adalah energi yang tidak dapat diperbarui dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengkonversi bahan baku utama menjadi minyak bumi. Pada krisis energi saat ini, perlu adanya pengembangan energi yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar fosil seperti pengalihan kepada energi terbarukan yaitu teknologi bioetanol.
Bioetanol merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari biomassa yang mengandung pati, gula, dan lignoselulosa. Bahan bakar nabati merupakan alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM) konvensional, sehingga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada BBM konvensional. Penggunaan BBM konvensional telah diketahui tidak dapat dipertahankan lagi penggunaannya. Hal ini disebabkan jumlah cadangan minyak bumi semakin berkurang dan juga kontribusinya terhadap pemanasan global akibat terakumulasinya karbondioksida (CO2) di atmosfer hasil pembakaran minyak bumi.
Proses dasar pembuatan bioetanol dari tumbuh-tumbuhan dalam skala besar adalah dengan menggunakan mikroba dari golongan bakteri yang mampu memfermentasikan gula yang terkandung didalamnya, setelah proses fermentasi terjadi, gula kemudian mengalami proses distilasi, dehidrasi dan denaturisasi sebagai tahap akhir.
Gambar: limbah ampas sagu untuk bioethanol
Ampas sagu merupakan substrat yang berpotensi untuk dimanfaatkan untuk produksi bioetanol karena masih mengandung karbohidrat tinggi seperti amilum yang masih cukup tinggi. Penggunaan ampas sagu sebagai substrat untuk produksi etanol membutuhkan bakteri yang mempunyai aktivitas ganda, yaitu mampu menghidrolisis amilum (aktivitas amilolitik) sehingga komponen tersebut tersedia untuk dikonversi menjadi etanol.
Pemanfaatan limbah cucian sagu sebagai bioetanol sangat berpotensi dalam mengatasi krisis energi, dan mempu menjadi sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Hal ini dikarenakan melihat luas hutan sagu di Indonesia sekitar 1,25 juta hektar dan budidaya sagu sekitar 148 ribu hektar. Hampir 96% areal hutan sagu ada di Papua. Dalam skala dunia, lahan sagu Papua sebesar 53% dari total areal sagu dunia sekitar 2,25 juta hektar. Adapun Penyebaran luas areal sagu di Indonesia dapat di lihat pada tabel berikut :
Table : Perkiraan Luas Areal Sagu di Indonesia
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat diperkirakan potensi produksi sagu pertahun dapat mencapai 2 – 16 ton/ha/tahun, dan jika diasumsikan tersedia 40 % dari luas areal Sagu sebesar 716.000 hektar yang dapat dipanen, maka potensi produksi sagu nasional mencapai 0,6 – 4,5 juta ton/tahun. Dari potensi tersebut maka ketersedianan bahan pembuatan bioetanol ini dapat terpenuhi dan sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat
Teknik pengolahan metroxilon sagu menjadi bioetanol atau METROTANOL (Metroxylon Sago Bioetanol) terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) persiapan bahan baku seperti limbah air cucian sagu dan ragi, (2) pemasakan pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (saccharification) (3) Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Proses ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8- 12%. (4) Proses destilasi etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Setelah proses produksi selesai maka METROTANOL dapat digunakan sebagai bahan bakar. METROTALOL ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan METROTANOL: Bensin sebesar 1: 9 atau 2:8.
Bioetanol dihasilkan dari sumber nabati dari tumbuhan bergula dan berselusa memiliki keunggulan sebagai berikut:
- Memiliki angka oktan yang tinggi
- Mampu menurunkan tingkat opasiti asap, emisi partikulat yang membahayakan kesehatan dan emisi CO dan CO2
- Mirip dengan bensin, sehingga penggunaanya tidak memerlukan modifikasi mesin.
- Tidak mengandung senyawa timbal
Mengingat potensi hutan alam sagu Indonesia yang luas, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Mengingat variasi genetik yang terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan sagu sebagai sumber energi alternatif masa datang. Untuk menutupi kebutuhan pangan hanya 5% dari potensi yang ada, sehingga sisanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioetanol. Untuk pengembangan budidaya sagu, masyarakat selama ini sudah mengenal teknik perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif, sehingga untuk mendorong masyarakat lebih giat membudidayakan sagu tidak sulit. Pemanfaatan hutan alam sagu, maupun hutan tanaman sagu, yang diiringi pengembangan budidaya serta berdirinya industri bioetanol akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Gusmailina. 2009. Prospek Bioetanol Dari Sagu (Metroxylon Spp) Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah. (Online) https://energihijauku-gsmlina.Blogspot.com /2009/12/energi-bioe tanol-dari-sagu.html . (Diakses pada tanggal 19 april 2019)
Mamangkey, jendri. 2016. Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Ampas Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) Dengan Menggunakan Bakteri Zymomonas Mobilis Dalam Menjawab Tantangan Penggunaan Biofuel Di Indonesia. (Online) https://jendrimamangkey. blogspot.com/2016/05/pembuatan-bioetanol-dari-limbah-ampas.html. (Diakses pada tanggal 19 april 2019)
Mamangkey, jendri, dkk. 2016. Produksi Bioetanol Dari Limbah Ampas Sagu (Metroxylon Sagu Forma Sagu Rauw) Menggunakan Bakteri Amilolitik Indigenous. (Online) https://jendrimamangkey.blogspot.com/2016/01/produksi-bioetanol-dari-limbah-ampas.html. (Diakses pada tanggal 19 april 2019)
Vansa, hajra dan Widya sujarwati. 2015. Etrotanol (Metroxylon Sago Bioetanol): Sebagai Energi Alternatif Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Limbah Cair Cucian Sagu Untuk Menghadapi Krisis Energi Dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri. (Online) https://hajrayansa.blogspot.com/2018/05/metrotanol-metroxylon-sag-o-bioetanol-s.html. (Diakses pada tanggal 19 april 2019)