Kecuali jika kalian membaca ini di warung kopi di Islandia, Swedia atau negara lain yang telah membuat komitmen untuk beralih ke energi terbarukan, energi untuk menyalakan laptop kalian, lampu yang mempermudah Kalian untuk melihat keyboard dan listrik untuk menyeduh kopi kalian semua berasal dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil termasuk batubara, produk minyak bumi seperti bensin dan minyak, dan gas alam. Bahan bakar ini dibakar pada pembangkit listrik untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan listrik. Mesin mobil juga membakar bahan bakar fosil, seperti halnya seperti banyak tungku rumah dan pemanas air.
Â
Dari mana datangnya bahan bakar fosil?
Terlepas dari apa yang mungkin Kalian dengar, bahan bakar fosil tidak berasal dari dinosaurus yang membusuk, meskipun dinosaurus berkeliaran di Bumi saat mereka terbentuk. Sumber utama batubara adalah bahan tanaman yang terurai, dan minyak berasal dari plankton, makhluk laut mikroskopis yang membusuk. Gas alam juga merupakan produk sampingan dari tanaman dan mikroorganisme yang terurai. Meskipun penggunaan bahan bakar fosil meningkat di banyak negara, batu bara, minyak dan gas masih melimpah di kerak bumi. Namun demikian, ada kesadaran yang tumbuh tentang pentingnya konservasi sumber bahan bakar di kalangan pecinta lingkungan dan pembuat kebijakan ekonomi. Tidak lain dan tidak bukan karena dua alasan: Pasokan bahan bakar fosil terbatas, dan polusi dari pembakarannya tidak baik bagi lingkungan.
Â
Pro dan Kontra Bahan Bakar Fosil
Pentingnya ekonomi dari bahan bakar fosil sudah tidak bisa dipungkiri. Sistem untuk mengekstraksi dan mengangkutnya telah dikembangkan, dan industri bahan bakar fosil mempekerjakan jutaan pekerja di seluruh dunia. Ekonomi sebagian besar negara bergantung padanya. Beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan agak seperti mengubah arah liner laut, meluangkan waktu dan input energi ekstra yang besar. Jauh lebih mudah untuk menjaga agar kapal tetap di jalur yang sama. Di sisi minusnya, bahan bakar fosil sangat kotor. Membakarnya menciptakan polutan atmosfer, dan para ilmuwan sepakat bahwa salah satu polutan utama yaitu karbon dioksida, bertanggung jawab atas tren perubahan iklim yang menghasilkan pola cuaca yang semakin tidak menentu.
Kelemahan lain adalah bahwa pasokan bahan bakar fosil mungkin tampak tidak terbatas, tetapi sebenarnya tidak. Seorang eksekutif perminyakan memperkirakan pada 2006 bahwa ada cukup batu bara di kerak bumi untuk bertahan sekitar 164 tahun, gas alam yang cukup untuk 70 tahun terakhir dan cadangan minyak yang cukup untuk 40 tahun. Pada tingkat itu, seseorang remaja yang berusia belasan tahun pada tahun 2018 cenderung hidup untuk melihat hari ketika cadangan minyak dan gas alam yang semakin lama semakin habis.
Â
Hemat Bahan Bakar untuk Lingkungan yang Lebih Baik
Konservasi bahan bakar melalui teknologi dan praktik yang lebih hemat energi dapat membantu memperpanjang cadangan minyak, batubara, dan gas saat ini untuk beberapa tahun lagi. Namun, ada alasan yang lebih penting untuk melestarikan bahan bakar fosil, dan itu untuk membantu melindungi lingkungan. Minyak bumi, batubara, dan gas alam yang terbakar memenuhi udara dengan polutan berbahaya, termasuk nitrogen oksida, sulfur dioksida, karbon dioksida, ozon, dan sejumlah hidrokarbon. Selain menciptakan kabut asap dan penyakit pernapasan, polutan ini – terutama karbon dioksida – berkumpul di atmosfer dan mencegah panas Bumi keluar ke luar angkasa. Akibatnya, para ilmuwan memprediksi suhu Bumi bisa meningkat sebanyak 4 derajat Celcius pada akhir abad ini. Selain hasil yang membahayakan ini, karbon dioksida juga mengasamkan lautan, membunuh makhluk laut dan mengurangi kemampuan air laut untuk menyerap gas berbahaya ini.
Konservasi bahan bakar akan memperlambat laju pemanasan atmosfer dan pengasaman laut, semoga memberi Bumi waktu untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Tanpa metode ini, Bumi dapat mencapai titik kritis yang penyembuhannya tidak akan mungkin, dan mungkin menjadi tidak dapat dihuni. Itu mungkin alasan yang paling kuat untuk melestarikan bahan bakar fosil.