Home Blog Page 12

Sampah? Permasalah lingkungan terbesar Indonesia

Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan. Kini sampah sudah menjadi masalah yang klasik bagi setiap negara di seluruh dunia khususnya Indonesia. Hampir seluruh negara memiliki masalah dalam mengatasi timbunan sampah yang jumlahnya terus meningkat  setiap harinya. Masalah ini menjadi fokus utama karena berkaitan dengan kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan.

sumber : www.merdeka.com

Di negeri kita ini, sampah adalah permasalahan yang tak kunjung menemukan penyelesaiannya. Meskipun pemerintah telah melaksanankan program re-use maupun re-cycle, bahkan permasalahan ini menjadi kompleks dan menjalar ke berbagai masalah lainnya, sehingga memperparah kerusakan lingkungan. “Tulisan ini juga dimuat di Website www.romadecade.org”

Polusi juga merupakan masalah lingkungan yang sebagian diakibatkan oleh sampah, baik udara, tanah, maupun air. Dimana masalah ini mendukung permasalahan lingkungan lainnya seperti banyaknya asap pabrik, kendaraan bermotor, limbah yang dibuang secara liar dan mesin lainnya yang masih banyak lagi dengan tingkat polusi udara yang  sangat tinggi. Sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang bertanggung jawab atas terjadinya global warming di dunia. Antisipasi masalah polusi ini bisa ditanggulangi dengan meminimalkan sampah plastik yang digunakan dalam keseharian seperti kantong belanjaan, sedotan, maupun yang lainnya. Sehingga secara tidak langsung, perlahan permasalahan lingkungan di Indonesia teratasi.

Kurangnya ketersediaan tempat pembuangan sampah juga menjadi masalah besar khususnya untuk menanggulangi sampah yang terus meningkat produksinya. TPA saat ini sudah tidak bisa lagi menampung jumlah sampah yang ada. Selain itu juga keberadaan TPA ini sering sekali menimbulkan permasalahan, karena banyak warga setempat yang menuntut untuk memindahkan TPA dari tempat mereka karena mengganggu proses aktivitas masyrakat. Penempatan TPA  ini juga harus memperhatikan SOP yang ada sehingga tidak berdampak buruk baik bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar.

Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan juga merupakan masalah yang sangat mendukung bagi kerusakan lingkungan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya sampah yang beserakan karena rendahnya rasa simpati dan rasa malas dalam membuang sampah pada tempatnya. Mereka menganggap bahwa akan ada tukang sampah yang membersihkannya ataupun lebih memilih membuang sampah di sungai daripada di tempat sampah yang telah disediakan. Tanpa adanya teguran ataupun tindak tegas membuat masyarakat Indonesia ini semakin manja dan hilangnya rasa empati pada lingkungan sekitar. Setidaknya menyediakan pamflet atau sejenisnya untuk mengingatkan bahwa menjaga lingkungan itu sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia.

Berdasarkan penjabaran masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah lingkungan di Indonesia ini belum bisa terselesaikan bahkan semakin kompleks dengan permasalahan lain yang mendukung kerusakan lingkungan seperti penebangan kayu liar dan lubang tambang yang dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Maka dari itu, perlu dilakukan peningkatan pengelolaan lingkungan, baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi dan menanggulangi kerusakan lingkungan. Pengelolaan sampah menjadi bahan bakar merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi krisisnya bahan bakar di Indonesia dengan kebutuhan yang terus meningkat setia tahunnya. Penanggulangan masalah ini juga dapat dimulai dari kedisiplinan diri sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya dan sesuai kategorinya. Mari kita sama-sama menjaga kelestarian lingkungan ini untuk kelangsungan hidup yang lebih sehat, damai, dan sejahtera.

LIMBAH PLASTIK BAHAN PENGGANTI MINYAK BUMI ?

0

 

Plastik merupakan salah satu limbah terbesar yang berada di Indonesia sesudah Cina dan di negara lainnya. Limbah plastik ini sendiri sangat sulit untuk diuraikan secara alami. Penguraiannya sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu dengan waktu yang kurang lebih 100 tahun agar dapat terdekomposisi. Plastik sendiri mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang bersifat beracun sehingga dapat menyebabkan keracunan pada tanah. Menurut data Deputi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup, di seluruh Indonesia sendiri terdapat 176 ribu ton sampah dan 15 persennya merupakan limbah plastik kemasan sekali pakai.

 

Jika plastik bisa diubah menjadi bahan atau barang yang bermanfaat maka kita tidak akan mengotori bumi ini lagi. Dengan menipisnya produksi minyak bumi dan gas alam disini kita bisa mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi dan gas alam dengan ini kita bisa mengurangi limbah plastik di rumah dan menghemat penggunaan elpiji di rumah. Untuk mengubah plastik menjadi bahan bakar minyak dilakukan dengan cara memotong rantai polietilen menjadi etilen-etilen yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Lalu etilen tersebut akan disusun sehimgga membentuk susunan rantai.

 

 

Pandji Prawisudha dari Institut Teknologi Bandung menerangkan cara kerja reaktor pirolisis yang mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak.

 

Limbah plastik diubah menjadi bahan bakar menggunakan sebuah reaktor pirolisis yang sedang dikembangkan oleh Pandji Prawisudha seorang pakar konversi energi dari Institut Teknologi Bandung. Pirolisis limbah plastik merupakan proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan dengan sedikit atau tanpa melibatkan oksigen.Pada proses pirolisis senyawa hidrokarbon rantai panjang yang ada pada plastik dapat diubah menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih pendek dan dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Reaktor pirolisis ini terdiri dari tabung berukuran dua liter, kondensor, pompa air, akuarium, thermocouple, dan sebuah wadah plastik. Semuanya tersambung dengan pipa tempat mengalirnya gas hasil pemanasan hingga berubah menjadi minyak. Kinerja ini mengandalkan mekanisme pirolisis, yakni proses pemanasan plastik tanpa oksigen dalam temperatur tertentu. Plastik akan mencair dan berubah menjadi gas yang kemudian akan mengalir melalu pipa melewati kondensor . Di dalam kondensor gas tersebut akan didinginkan sehingga berubah menjadi minyak atau disebut sebagai asap cair. Minyak tersebut akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk kompor. Viskositas minyak hasil pirolisis ini mendekati nilai viskositas dari pada bensin. Sedangkan densitas dan nilai kalor hasil pirolisis medekati nilai densitas dan nilai kalor dari solar dan minyak tanah.

 

Jika diketahui sejarah awal mula plastik dibuat ialah berasal dari minyak bumi maka kita hanya harus mengubah plastik tersebut kembali ke asalnya yaitu minyak bumi agar dapat bermanfaat kembali. Jenis plastik yang digunakan untuk membuat minyak bumi ini sendiri bisa dipakai dengan jenis plastik apa saja tetapi ada salah satu plastik yang tidak di sarankan yaitu PVC (Polivinil Khlorida) karena PVC tersebut akan terlarut di dalam minyaknya. Jika dibakar maka akan menimbulkan resiko yang cukup tinggi. Disarankan untuk memakai plastik yang berjenis seperti bungkus mie instan, bungkus kopi, karena mengandung polypropylene dan relatif cukup mudah untuk diproses.

 

Dari sisi keamanan sendiri penggunaan minyak dari limbah plastik ini hampir sama dengan penggunaan dari minyak bumi tergantung kepada kita yang memakainya dan tetap harus selalu berhati-hati. Dengan adanya teknologi pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak, makan kelangkaan bahan bakar minyak akan teratasi dan kondisi lingkungan akan membaik karena adanya daur ulang ini.

Konsumsi Minyak Bumi Lancar, Produksinya Kok Macet ?

0

 

Minyak bumi telah kita gunakan dalam industri-industri sejak era revolusi industry, serta memiliki presentase yang signifikan dalam memenuhi konsumsi energy dunia. Tak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan kita, masyarakat Indonesia akan minyak bumi terbilang cukup tinggi.  Sementara hingga saat ini kita tidak dapat memproduksi minyak bumi (energi tak terbarukan).Terkait, jika tren penggunaan bahan bakar ini terus meningkat, suatu saat manusia akan kehabisan energi minyak bumi. Mempelajari minyak bumi merupakan langkah awal yang sangat baik agar kita dapat mencari solusi atas masalah energi yang akan membahas masa depan.

Perlu kita ketahui, proses pembentukan minyak bumi ini sangat berpengaruh terhadap cuaca dan kondisi bumi yang berubah-ubah setiap waktunya. Oleh karena itulah minyak bumi merupakan salah satu sumber minyak yang jumlahnya terbatas. Minyak bumi di Indonesia sebagai sumber daya alam tak terbarukan sampai saat ini memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena porsinya yang sangat besar sebagai salah satu sumber penerimaan Negara. Sayangnya, profil cadangan dan produksi minyak bumi semakin lama justru semakin menurun. Menurut SKK-MIGAS, produksi minyak mentah akan terus menurun dengan rata-rata sebesar 5,8% per tahun, sehingga dengan kebutuhan minyak yang terus meningkat akan menyebabkan impor juga semakin meningkat. Apabila tidak menemukan cadangan baru yang cukup besar, impor minyak diperkirakan akan meningkat lebih dari 8 kali lipat dari 113 juta barel pada tahun 2013 menjadi 953 juta barel pada tahun 2050. Pada kurun waktu 2013-2050 kebutuhan minyak mentah diperkirakan akan meningkat lebih dari 3 kali lipat dengan pertumbuhan rata-rata 3,3% per tahun. Berdasarkan data dari Dewan Energi Nasional, prediksi penggunaan minyak dan gas bumi sampai tahun 2025 masih memegang proporsi tertinggi, yaitu 53% dan selanjutnya disusul batubara sebesar 22%, sisanya sumber energy yang lain.

Sejak tahun 1990-an produksi minyak mentah Indonesia telah mengalami tren penurunan yang berkelanjutan karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini. Dibeberapa tahun terakhir sektor minyak dan gas negara ini sebenarnya menghambat pertumbuhan PDB. Target produksi minyak, ditetapkan oleh Pemerintah setiap awal tahun, tidak tercapai untuk beberapa tahun berturut-turut karena kebanyakan produksi minyak berasal dari ladang-ladang minyak yang sudah menua. Saat ini, Indonesia memiliki kapasitas penyulingan minyak yang kira-kira sama dengan satu dekade lalu, mengindikasikan bahwa ada keterbatasan perkembangan dalam produksi minyak, yang menyebabkan kebutuhan saat ini untuk mengimpor minyak demi memenuhi permintaan domestik.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa produksi minyak bumi dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Kurangnya eksplorasi dan investasi-investasi lain di sektor minyak ini telah menyebabkan penurunan dalam produksi minyak Indonesia yang disebabkan karena manajemen yang lemah dari pemerintah, birokrasi yang berlebihan, kerangka peraturan yang tidak jelas serta ketidakjelasan hukum mengenai kontrak. Hal ini menciptakan iklim investasi yang tidak menarik bagi para investor, terutama bila melibatkan investasi jangka panjang yang mahal.

Konsumsi

Sedangkan konsumsi minyak bumi dari tahun ke tahun justru mengalami peningkatan. Secara kontras, konsumsi minyak Indonesia menunjukkan tren naik yang stabil. Karena jumlah penduduk yang bertumbuh, peningkatan jumlah penduduk kelas menengah, dan pertumbuhan ekonomi; permintaan untuk bahan bakar terus-menerus meningkat. Karena produksi domestik tidak bisa memenuhi permintaan domestik, Indonesia setidaknya harus mengimpor sekitar 350.000 sampai 500.000 barel bahan bakar per hari dari beberapa negara.

Pemerintah sampai sekarang masih mencari alternative untuk menangani kasus ini, juga memiliki harapan tinggi untuk memulihkan kekuatan sektor minyak karena negara ini masih memiliki cadangan minyak yang besar, dan permintaan minyak (terutama domestik) yang meningkat.

Kajian Potensi Blending Gasoline dan Bioetanol Berbahan Tongkol Jagung Sebagai BBM Ramah Alam

        Dewasa ini, kebutuhan dan permintaan akan bahan bakar minyak yang biasa dikenal dengan BBM terutama gasoline atau bensin terus mengalami peningkatan. Tercatat di Statistik Migas Kementerian ESDM, kebutuhan Indonesia akan bahan bakar minyak mencapai 70,9 juta kilo liter (KL) untuk tahun 2018. Angka ini meningkat sejauh 2,7 juta KL dari tahun sebelumnya yang berarti peningkatannya sekitar 4% dengan gasoline atau bensin menempati posisi kedua terbanyak dikonsumsi. Berbanding terbalik dengan jumlah pemintaan, persediaan akan minyak mentah sebagai bahan baku pembuatan BBM terus mengalami penurunan secara signifikan. Dikutip dari Katadata.co.id dan CNN Indonesia, persediaan minyak mentah per bulan Desember 2018 menurun sekitar 350 ribu barel perharinya. Hal ini membuat harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/IPC) kini melambung tinggi sekitar USS 63,60 perbarrel pada Maret lalu, naik sebesar 3,6% dari bulan sebelumnya (Data Kementerian ESDM). Sedangkan harga minyak dunia menanjak naik sekitar 1 % pada Februari lalu.

Sumber : Statistik Migas Kementerian ESDM

       Bukannya tidak beralasan, dikutip dari Katadata.co.id, penurunan persediaan ini dikarenakan adanya kesepakatan sesama negara anggota OPEC (Organization of The Petroleum Exporting Countries) untuk memangkas produksi minyak mentah yang telah dimulai sejak Januari 2019 lalu. Tak tanggung-tanggung, pemangkasan produksi ini mencapai 1,2 juta barel per hari (bph). Selain itu, faktor lainnya dikarenakan pernyataan Arab Saudi terkait rencana pengurangan produksi minyak mentah menjadi 9,8 juta barel bph pada bulan Maret 2019 dan karena terpotongnya main power cable pada lapangan minyak mentah offshore terbesar didunia yaitu Lapangan Safaniyah di Arab Saudi yang menyebabkan penurunan produksi minyak mentah.

        Dibidang lingkungan, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan bakar minyak bumi terhadap lingkungan terlihat memprihatinkan. Dikutip dari Hadeel, dkk (2011), untuk menjalankan mesin motor, bensin dibakar untuk mendapatkan cukup energi, tetapi ketika pembakaran terjadi tidak hanya energi berupa kerja yang dihasilkan. Terdapat pula beberapa emisi yang dilepaskan seperti karbon diosida, dan bahan beracun lainnya yang akan bereaksi jika terkena sinar matahari. Hasilnya, terjadi polusi pada atmosfer (gas rumah kaca) dan sangat berpotesi menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. Kerusakan pada lapisan ozon akan memicu terjadinya global warming yang ditandai dengan meningkatnya suhu atmosfer. Tentu saja hal ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem di bumi.

      Untuk menjawab beberapa permasahalan yang dijelaskan diatas, salah satu jalannya adalah dengan menggunakan energi alternatif terbarukan seperti bioetanol. Menurut Bambang Prastowo (2007) dalam Haluti, S (2014), bioetnaol merupakan etil alkohol (C2H5OH) yang dapat dibuat dengan cara sintesis etilen atau dengan fermentasi glukosa dari bahan baku hayati. Keunggulan bioetanol menurut Litya dan Iskandar (2014) antara lain dapat menurunkan emisi gas berbahaya (CO, NO, dan SO2) dan menghasilkan gas rumah kaca yang sangat rendah bila dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi. Selain itu, juga dapat menurunkan emisi senyawa organik hidrokarbon, benzena karsinogenik, butadiena dan emisi partikel yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi. Kini, bioetanol juga telah gencar diproduksi diberbagai negara untuk menggantikan bahan bakar seperti di Amerika Serikat dimana bioetanol yang diproduksi berasal dari tongkol jagung dan berhasil memproduksi sekitar 14 juta m3 pada tahun 2014 (Arlianti, L, 2018). 

        Jika dibandingkan, etanol lebih baik daripada bensin karena memiliki angka research octane 108,6 dan motor octane 89,7, angka tersebut melampaui nilai maksimum yang mungkin dicapai oleh bensin, yaitu research octane 88 (Perry, 1999 dalam Haluti, S, 2014). Dengan nilai oktan yang tinggi, proses pembakaran menjadi lebih sempurna dan dapat digunakan sebagai bahan peningkat oktan (octane enhancer) menggantikan senyawa eter dan logam berat seperti Pb sebagai anti-knocking agent yang memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. Akan tetapi untuk memaksimalkan kualitas bioetanol sebagai bahan bakar pada spesifikasi mesin motor kendaraan saat ini, bioetanol perlu di campur dengan bahan bakar (blending). Bioetanol yang dicampur tidak boleh mengandung air sama sekali (Haluti, S, 2014). Blending gasoline dengan bioetanol ini biasa dikenal dengan gasohol, keuntungannya adalah untuk mengemat bensin yang persediaannya semakin menipis serta sebagai BBM ramah alam atau biasa dikenal dengan green energy. Normalnya campuran bioetanol yang digunakan sekitar 5-25%, salah satu produknya dikenal dengan E25 (25% etanol dan 75% bensin).

       Indonesia adalah negara kaya dengan hasil pertanian yang melimpah. Sebagian besar komoditi utama pertanian Indonesia didominasi oleh bahan baku pembuatan etanol seperti ubi kayu, padi, pisang, jagung dan lainnya. Salah satu bahan yang dapat diolah menjadi bioetanol adalah tongkol jagung. Tongkol jagung merupakan 30% bagian jagung. Menurut data dari Kementerian Pertanian, jagung disebut sebagai salah satu komoditi  utama pertanian di Indonesia dengan produksi pertahunnya mencapai sekitar 30 juta ton untuk tahun 2018. Berikut tersaji data mengenai produksi dan kebutuhan jagung setiap tahunnya dimulai dari tahun 2014 hingga tahun 2018.

Sumber : Buku Statistik Pertanian (Agricultural Statistics)

Terlihat bahwa produksi jagung di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan produksi sekitar 3.91%. Volume impor jagung ke Indonesia juga terjun bebas sekitar 46,34% , sedangkan volume ekspor jagung merangkak naik ke angka 12,14% pada tahun 2018. Luas area panen pun mengalami peningkatan, artinya setiap tahun terdapat lahan-lahan baru yang dibuka untuk memperbesar angka produksi. Hal in tentu mencerminkan bahwa saat ini produksi jagung di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. 

         Kita tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa tongkol jagung dapat digunakan sebagai bahan pembuatan bioetanol. Menururt Irawadi (1990) dalam Fachry, dkk (2013), karakteristik kimia dan fisika dari tongkol jagung sangat cocok untuk pembuatan tenaga alternatif bioetanol, kadar senyawa kompleks lignin dalam tongkol jagung adalah 15-30%, untuk hemiselulos 20-30% , dan selulos 40-60%. Pengolahan tongkol jagung menjadi bioetanol sendiri dapat dilakukan dengan fermentasi menggunakan bahan tambahan lain berupa bahan yang mengandung gula. Fermentasi dilakukan dengan bantuan ragi, biasanya menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Sebelum difermentasi, tongkol jagung perlu di treatment dengan NaOH dan dihidrolisis dengan HCl. Pengolahan ini bergantung kepada konsentrasi gula, bahan nutrient, pH fermentasi, temperatur dan waktu yang diperlukan untuk fermentasi. Dengan komposisi yang tepat, akan diperoleh kadar etanol yang berkualitas tinggi dari setiap massa tongkol jagung. Menurut Richana (2008) dalam Haluti, S (2014), satu ton tongkol jagung dapat menghasilkan sekitar 142,2 liter bioetanol. Bioetanol dari tongkol jagung juga memiliki energi kalor sebesar 12,1 MJ/kg yang menunjukkan bahwa tongkol jagung mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan pembuatan etanol.

     Melalui penjabaran diatas, terlihat bahwa melimpahnya produksi jagung di Indonesia dan tingginya kandungan selulosa serta nilai kalor mengindikasikan tongkol jagung memiliki potensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk menggantikan bahan bakar dengan permintaan  pasar yang tinggi atau sebagai bahan campuran bahan bakar bensin agar memperoleh angka oktan maksimal pada spesifikasi motor kendaraan saat ini. Selain itu agar bahan bakar yang digunakan memiliki label “bahan bakar ramah alam (green energy)”. Karena saat ini tongkol jagung hanya dianggap sebagai limbah tak bernilai jual tinggi, diharapkan agar potensi ini tidak dipandang sebelah mata, mengingat perlunya pembaruan energi yang juga telah ramai dilakukan oleh berbagai negara untuk menjawab tantangan krisis energi dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman kedepannya.

 

 

Daftar Pustaka :

Arlianti, L. (2018). Bioetanol Sebagai Sumber Green Energy Alternatif yang Potensial di Indonesia. Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik Vol. 5(1), 16-22.

CNN Indonesia. (2019). Stok Global Menipis, Harga Minya Dunia Melonjak. (online) https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190207070722-85-367021/stok-global-menipis-harga-minyak-dunia-melonjak. (Diakses pada 18 April 2019).

Fachry, A., & dkk. (2013). Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Tongkol Jagung dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida dan Waktu Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia Vol. 1(1), 60-69.

Hadeel, A., & dkk. (2011). Bioethanol Fuel Froduction From Rambutan Fruit Biomass as Reducing Agent of Global Warming and Greenhouse Gases. African Journal of Biotechnology Vol. 10(50), 10157-10165.

Haluti, S. (2014). Pemetaan Potensi Limbah Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif Di Wilayah Provinsi Gorontalo. Surabaya: ITS.

Kementerian ESDM. (2018). Statistik Migas – Penjualan BBM. (online) http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=konsumsiBbm/index. (Diakses pada 18 April 2019).

Kementerian Pertanian. (2018). Statistik Pertanian (Agricultural Statistics). Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Litya, J., & Iskandar. (2014). Pembuatan Bioetanol dari Tebu dan Ubi Jalar Serta Pengujian Pada Motor Bakar Torak. Jurnal TeknikA Vol. 21(2), 45-56.

Nafi, M. (2019). Badan Energi: Isu Geopolitik Mengkhawatirkan Pasar Minyak Dunia. (online) https://katadata.co.id/berita/2019/03/12/badan-energi-isu-geopolitik-mengkhawatirkan-pasar-minyak-dunia. (Diakses pada 18 April 2019).

Setiawan, V. (2019). Produksi Dunia Berkurang, Harga Minyak Indonesia Februari Naik 8,4%. (online) https://katadata.co.id/berita/2019/03/08/produksi-dunia-berkurang-harga-minyak-indonesia-februari-naik-84. (Diakses pada 18 April 2019).

Biomassa dari tanaman sorgum sebagai alternatif energi terbarukan

Nama : Nurdiana Febriyanti
Nim    : 03031181722022
       

                                                                                      

        Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh energi fosil yaitu energi yang tak terbarukan dan akan habis pada beberapa tahun yang akan datang. Diprediksi tidak lebih dari 50 tahun lagi energi fosil di dunia akan habis. Selain karena akan habis, energi fosil juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Emisi gas rumah kaca dari pembakaran energi fosil berdampak pada pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Karena itulah energi pengganti fosil sangat diperlukan untuk kebutuhan energi di masa yang akan datang dimana cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Pemanfaatan sumber energi alternatif menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Berkaca pada kondisi migas Indonesia yang mulai menipis, pencarian energi terbarukan mulai digencarkan. Pemerintah mulai menyasar energi ramah lingkungan, yaitu bioenergi yang diperoleh dari proses pengolahan biomassa, termasuk kayu. Indonesia yang berada di wilayah geografis tropis memang dikaruniai kekayaan bahan baku yang melimpah. Itulah mengapa pemerintah yakin untuk beralih ke pemanfaatan biomassa.  

      Indonesia memiliki potensi yang besar untuk energi terbarukan salah satunya adalah biomassa. Potensi sumber daya biomassa di Indonesia diperkirakan sebanyak 49.810 MW, yang berasal dari tanaman dan limbah. Biomassa bisa dijadikan penyeimbang dan meminimalisir ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, biomassa dapat diolah menjadi biogas sebagai penyeimbang gas alam, biooil sebagai penyeimbang minyak, dan briket sebagai penyeimbang batubara serta gas. Biomassa digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar) di Indonesia. Biomassa pada umumnya memiliki nilai ekonomis rendah, atau merupakan limbah yang telah diambil produk primernya. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan istilah biomassa pada awalnya hanya merujuk pada tanaman penghasil energi yang juga dapat dikonsumsi, seperti singkong, jagung, dan tebu. Namun, dengan mempertimbangkan ketahanan pangan, pemerintah mulai mencari alternatif lain. Muncul kemudian bahan baku nonpangan, seperti limbah pertanian (sekam, tongkol jagung, jerami), perkebunan (sisa tandan kelapa sawit), kehutanan (kayu mati), peternakan (kotoran sapi), industri (limbah pabrik kertas), sampah kota dan juga tanaman alga. Bermula dari alasan tersebut istilah biomassa meluas menjadi bahan organik yang berumur relatif muda dan berasal dari tumbuhan atau hewan, seperti hutan energi, produk dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan). Dari banyak bahan baku untuk biomassa tersebut salah satu tanaman yang memiliki energi potensi yang tinggi namun belum diproduksi secara missal adalah tanaman sorgum.

      Sorgum atau Sorghum bicolor adalah salah satu jenis tanaman serealia dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Kandungan gizi tanaman sorgum cukup tinggi dan beragam meliputi karbohidrat, lemak, kalsium, besi, dan fosfor. Didalam industri sebagai sumber bioenergi, sorgum mempunyai potensi untuk mensubtitusikan kebutuhan bahan bakar fosil serta industri tambang. Pengolahan sorgum sebagai bioenergi yaitu dengan mengolahnya batang sorgum yang diperas untuk diambil niranya sehingga menjadi limbah biomassa bagasse sorgum. Limbah biomassa bagasse sorgum selanjutnya akan diolah menjadi biopelet sebagai sumber energi alternatif melalui perlakuan umur tanaman, proses ekstraksi, dan suhu pengempaan. pelet yang terbuat dari sorghum memiliki kalori sebesar 4.000 hingga 4.500 kalori per gramnya. Sedangkan  batu bara memiliki kalori sebesar 5.000 hingga 6.000 per gramnya. Sehingga, jika dilihat dari jumlah kalorinya, pelet dan batu bara tidak berbeda jauh. Selain memiliki kalori yang hampir mendekati kalori batu bara, sorghum dapat menghasilkan bioetanol sebesar 17,7 kiloliter per hektare per tahun. Tanaman ini juga bisa menghasilkan 29,8 ton per hektare per tahun high fructose corn syrup (HFCS), sebanyak 38.3 ton per hektare per tahun pakan hewan, pembangkit listrik dari biomassa hingga pembuatan papan property. Selain itu, kelebihan dari sorghum ini ialah tingkat pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan dengan tanaman lainnya, misalnya tumbuhan tebu yang hanya dapat panen selama satu tahun sekali. Sedangkan sorghum dapat panen selama setahun tiga kali. Umur yang tepat untuk bisa memanen tumbuhan ini adalah sekitar tiga hingga empat bulan. Hal ini mempermudah dalam ketersediaan bahan baku sehingga bahan bakar biomassa tidak akan habis, karena dapat terus berulang-ulang diproduksi dan tidak menyebakan kerusakan maupun polusi lingkungan. Dalam pengembangannya tanaman sorgum merupakan tanaman asli dari wilayah-wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik tenggara dan Australasia sehingga tidak sulit untuk ditanam dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki iklim tropis.

      Biomassa yang kemudian menghasilkan bioenergi yang menjadi salah satu potensi terbesar untuk menjadi sumber energi alternatif dan bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Tidak hanya itu, penggunaan biomassa mampu mengurangi berbagai permasalahan manajemen polusi dan pembuangan, menghemat dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Tidak diragukan lagi dengan mengoptimalkan penggunaan biomassa adalah solusi yang tepat dengan potensi yang dimiliki Indonesia dan keadaan saat ini. Dari banyaknya keuntungan dari pengolahan biomassa dari tanaman sorgum ini, maka hal ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam untuk menghemat dan menghentikan ketergantungan kepada energi fosil. Melihat dari pertumbuhan hingga manfaat yang dihasilkan maka pemerintah dapat mengembangkan dan memanfaatkan tanaman sorgum menjadi untuk dijadikan sebagai alternatif bioenergi di Indonesia.  

Biomassa dari tanaman sorgum sebagai alternatif energi terbarukan

Nama : Nurdiana Febriyanti
Nim    : 03031181722022
       

                                                                                      

        Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh energi fosil yaitu energi yang tak terbarukan dan akan habis pada beberapa tahun yang akan datang. Diprediksi tidak lebih dari 50 tahun lagi energi fosil di dunia akan habis. Selain karena akan habis, energi fosil juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Emisi gas rumah kaca dari pembakaran energi fosil berdampak pada pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Karena itulah energi pengganti fosil sangat diperlukan untuk kebutuhan energi di masa yang akan datang dimana cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Pemanfaatan sumber energi alternatif menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Berkaca pada kondisi migas Indonesia yang mulai menipis, pencarian energi terbarukan mulai digencarkan. Pemerintah mulai menyasar energi ramah lingkungan, yaitu bioenergi yang diperoleh dari proses pengolahan biomassa, termasuk kayu. Indonesia yang berada di wilayah geografis tropis memang dikaruniai kekayaan bahan baku yang melimpah. Itulah mengapa pemerintah yakin untuk beralih ke pemanfaatan biomassa.  

      Indonesia memiliki potensi yang besar untuk energi terbarukan salah satunya adalah biomassa. Potensi sumber daya biomassa di Indonesia diperkirakan sebanyak 49.810 MW, yang berasal dari tanaman dan limbah. Biomassa bisa dijadikan penyeimbang dan meminimalisir ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, biomassa dapat diolah menjadi biogas sebagai penyeimbang gas alam, biooil sebagai penyeimbang minyak, dan briket sebagai penyeimbang batubara serta gas. Biomassa digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar) di Indonesia. Biomassa pada umumnya memiliki nilai ekonomis rendah, atau merupakan limbah yang telah diambil produk primernya. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan istilah biomassa pada awalnya hanya merujuk pada tanaman penghasil energi yang juga dapat dikonsumsi, seperti singkong, jagung, dan tebu. Namun, dengan mempertimbangkan ketahanan pangan, pemerintah mulai mencari alternatif lain. Muncul kemudian bahan baku nonpangan, seperti limbah pertanian (sekam, tongkol jagung, jerami), perkebunan (sisa tandan kelapa sawit), kehutanan (kayu mati), peternakan (kotoran sapi), industri (limbah pabrik kertas), sampah kota dan juga tanaman alga. Bermula dari alasan tersebut istilah biomassa meluas menjadi bahan organik yang berumur relatif muda dan berasal dari tumbuhan atau hewan, seperti hutan energi, produk dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan). Dari banyak bahan baku untuk biomassa tersebut salah satu tanaman yang memiliki energi potensi yang tinggi namun belum diproduksi secara missal adalah tanaman sorgum.

      Sorgum atau Sorghum bicolor adalah salah satu jenis tanaman serealia dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Kandungan gizi tanaman sorgum cukup tinggi dan beragam meliputi karbohidrat, lemak, kalsium, besi, dan fosfor. Didalam industri sebagai sumber bioenergi, sorgum mempunyai potensi untuk mensubtitusikan kebutuhan bahan bakar fosil serta industri tambang. Pengolahan sorgum sebagai bioenergi yaitu dengan mengolahnya batang sorgum yang diperas untuk diambil niranya sehingga menjadi limbah biomassa bagasse sorgum. Limbah biomassa bagasse sorgum selanjutnya akan diolah menjadi biopelet sebagai sumber energi alternatif melalui perlakuan umur tanaman, proses ekstraksi, dan suhu pengempaan. pelet yang terbuat dari sorghum memiliki kalori sebesar 4.000 hingga 4.500 kalori per gramnya. Sedangkan  batu bara memiliki kalori sebesar 5.000 hingga 6.000 per gramnya. Sehingga, jika dilihat dari jumlah kalorinya, pelet dan batu bara tidak berbeda jauh. Selain memiliki kalori yang hampir mendekati kalori batu bara, sorghum dapat menghasilkan bioetanol sebesar 17,7 kiloliter per hektare per tahun. Tanaman ini juga bisa menghasilkan 29,8 ton per hektare per tahun high fructose corn syrup (HFCS), sebanyak 38.3 ton per hektare per tahun pakan hewan, pembangkit listrik dari biomassa hingga pembuatan papan property. Selain itu, kelebihan dari sorghum ini ialah tingkat pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan dengan tanaman lainnya, misalnya tumbuhan tebu yang hanya dapat panen selama satu tahun sekali. Sedangkan sorghum dapat panen selama setahun tiga kali. Umur yang tepat untuk bisa memanen tumbuhan ini adalah sekitar tiga hingga empat bulan. Hal ini mempermudah dalam ketersediaan bahan baku sehingga bahan bakar biomassa tidak akan habis, karena dapat terus berulang-ulang diproduksi dan tidak menyebakan kerusakan maupun polusi lingkungan. Dalam pengembangannya tanaman sorgum merupakan tanaman asli dari wilayah-wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik tenggara dan Australasia sehingga tidak sulit untuk ditanam dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki iklim tropis.

      Biomassa yang kemudian menghasilkan bioenergi yang menjadi salah satu potensi terbesar untuk menjadi sumber energi alternatif dan bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Tidak hanya itu, penggunaan biomassa mampu mengurangi berbagai permasalahan manajemen polusi dan pembuangan, menghemat dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Tidak diragukan lagi dengan mengoptimalkan penggunaan biomassa adalah solusi yang tepat dengan potensi yang dimiliki Indonesia dan keadaan saat ini. Dari banyaknya keuntungan dari pengolahan biomassa dari tanaman sorgum ini, maka hal ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam untuk menghemat dan menghentikan ketergantungan kepada energi fosil. Melihat dari pertumbuhan hingga manfaat yang dihasilkan maka pemerintah dapat mengembangkan dan memanfaatkan tanaman sorgum menjadi untuk dijadikan sebagai alternatif bioenergi di Indonesia.  

AVTUR VS BIOAVTUR UNTUK MASA DEPAN INDONESIA

0

  

(sumber : Detik finance )

 

       Negara Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami permasalahan terhadap transportasi, khususnya berkaitan dengan transportasi udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan bahan bakar lebih banyak dibandingkan dengan transportasi lainnya.Hal tersebut mengakibatkan menipisnya pasokkan minyak mentah yang berasal dari bahan bakar fosil di Indonesia ditambah lagi meningkatnya konsumsi energi seiring bertambahnya jumlah penduduk, kegiatan, dan luasnya kawasan. Kini masa kejayaan Indonesia sebagai pengekspor minyak telah usai. Data statistik menunjukan bahwa Indikator produksi dan konsumsi minyak nasional sangat berbanding jauh, dimana konsumsi minyak di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas produksi minyak didalam negeri pada tahun 2006-2015. Menurut laporan CIA yang bertajuk Global Trends 2025, memperingatkan bahwa akan ada ancaman serius akibat kelangkaan bahan bakar fosil, yakni minyak dan gas.

       Pesawat merupakan alat transportasi yang sangat berpengaruh bagi Negara Indonesia untuk kemajuan suatu bangsa, baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan bentuk kepulauan. Negara Indonesia saat ini sedang dihadapkan masalah dimana harga tiket meningkat tajam sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menikmatinya. Permasalahan ini terjadi dikarenakan mahalnya bahan bakar avtur yang merupakan bahan bakar pesawat, harga avtur di Indonesia bahkan dinilai lebih mahal 10-15 persen jika dibandingkan dengan Negara Singapura dan Malaysia. Sedangkan menurut data Index Mundi, harga avtur dunia meningkat empat kali lipat sejak Januari 1999 dari $14,26 AS/barel menjadi $77,39/barel per Januari 2019. Dalam bisnis penerbangan, avtur memang memegang peranan penting dalam operasional sebuah maskapai. Menurut ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, avtur memberikan kontribusi sebesar 40 persen dari biaya operasional. Perlu kita ketahui, avtur adalah bahan bakar sejenis minyak tanah yang digunakan untuk mesin tipe  turbin gas dengan titik didih antara 150° – 300°C, avtur memiliki sifat yang menyerupai kerosin karena memiliki rentang panjang rantai C yang sama. Komponen-komponen kerosin dan avtur terutama adalah senyawa-senyawa hidrokarbon parafinik (CnH2n+2) dan  monoolefinik (CnH2n) atau naftenik (sikloalkan, CnH2n) dalam rentang C10 – C15. Sifat ini digunakan karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar jenis lain. Contohnya adalah volatilitas dibandingkan dengan bensin, avtur memiliki volatilitas yang lebih kecil sehingga mengurangi kemungkinan kehilangan bahan bakar dalam jumlah besar akibat penguapan pada ketinggian penerbangan. Di Indonesia, avtur hanya dijual oleh Perusahaan Pertamina. Oleh karena itu, Perusahaan Pertamina bertanggung jawab atas ketersediaan avtur dan harga yang dijual dari bahan bakar avtur.

       Faktanya Indonesia memiliki potensi sumber biomassa yang melimpah, seperti TKKS yang perlu dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku energi terbarukan. Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia karena didukung oleh iklim dan tersedianya lahan yang sangat luas. Selain menghasilkan minyak sawit, pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan produk samping yaitu limbah cair (POME), cangkang sawit, sabut, dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Jumlah terbesar dari produk samping pengolahan kelapa sawit adalah TKKS yang dapat menghasilkan 230 kg dari setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diproduksi. Maka dari itu limbah TKKS harus diolah lebih lanjut jika tidak ingin mencemari lingkungan. Dari permasalahan tersebut, ditemukan solusi alternatif yaitu melalui penggunaan bioavtur. Bioavtur dipercaya dapat mengatasi permasalahan tersebut sebab bioavtur dapat mengolah biomassa (limbah TKKS) menjadi produk yang bernilai jual tinggi. 

       Jika kita lihat dari perbedaannya, avtur merupakan bahan bakar yang berasal dari fosil yang tidak dapat diperbarui sedangkan bioavtur merupakan bahan bakar yang berbasis nabati yang dapat diperbarui dan tersedia dalam jumlah yang besar. Sedangkan dari sifatnya, bioetanol lebih mampu mereduksi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global, serta lebih ramah lingkungan. Selain itu, bioavtur dikabarkan memiliki nilai lubrisitas (pelumasan) dan detergensi (pembersihan) yang cukup baik, sehingga memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja dari mesin dan juga berkontribusi dalam pembersihan turbin. Akan tetapi, kelemahannya bioavtur memiliki kecenderungan untuk membeku lebih cepat daripada bahan bakar avtur berbasis fosil biasa.  

       Di Indonensia saat ini tentunya sudah mulai mengembangkan bioavtur, dilansir dari situs CNN INDONESIA, mengatakan bahwa  PT. Pertamina (Persero) berencana membangun pabrik bioavtur senilai US$ 450 juta – US$ 480 juta yang mampu memproduksi bahan bakar pesawat terbang ramah lingkungan sebanyak 260 juta liter per tahun. Untuk mewujudkan rencana tersebut, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) pelat merah akan menggandeng Wilmar Group, salah satu perusahaan kelapa sawit besar di Indonesia. “Penggunaan bioavtur sebagai bahan bakar penerbangan cepat atau lambat akan diterapkan, mengingat ICAO telah menetapkan target penurunan emisi dari penerbangan internasional yaitu kesepakatan Carbon Neutral Growth pada 2020 dan penurunan emisi dari penerbangan hingga 50 persen pada 2050 dibandingkan 2005″, ujar pakar penerbangan Wendy Aritenang. Wendy menjelaskan “bila ingin memproduksi sendiri produk bioavtur, maka Indonesia harus mempersiapkan berbagai hal mulai saat ini. Indonesia memiliki beragam keanekaragaman hayati yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pengembangan bioavtur. Namun, apabila tidak mempersiapkan diri sejak dini, maka pilihannya ialah membeli bioavtur dari negara lain dengan biaya yang lebih tinggi dibandingkan produksi sendiri”. Saat ini di Indonesia riset dan teknologi tentang pengembangan bioavtur masih terbilang sedikit. Hal inilah yang akan menjadi tantangan bagi Indonesia ke depannya dalam memproduksi dan mengembangkan bioavtur sebagai bahan bakar transportasi udara.

 

DAFTAR PUSTAKA :

Aditiasari,D .2019. ”Ini Penyebab Harga Tiket Mahal”. (Online): https://finance.detik.com/infografis/d- 4445923/ini-penyebab-harga-tiket-pesawat-mahal. (Diakses pada tanggal 19 April 2019).

Norman,M.,dkk. 2014. “Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025 Tantangan dan Harapan”. Jakarta Pusat : CV. Rumah Buku.

Oke finance .2017. “Indonesia Harus Buat Keputusan Produksi atau Beli Bioavtur”. (Online):https://economy.okezone.com/read/2017/04/12/320/1665302/indonesia-harus-buat-keputusan-produksi-atau-beli-bioavtur. (Diakses pada tanggal 18 April 2019).

Primadhyta,S.2015. “Gandeng Wilmar, Pertamina Bangun Pabrik Bioavtur US$ 480 juta”. (Online): https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150812150523-85-71662/gandeng-wilmar-pertamina-bangun-pabrik-bioavtur-us–480-juta. (Diakses pada tanggal 16 April 2019).

Setiawan, R. 2017. “Indonesia Masih Impor Minyak? Wajar Aja Sih”. (Online): https://www.kompasiana.com/cakmat/599b0fb6cba8ac0eb857d422/indonesia-masih-impor-minyak-wajar-aja-sih?page=all. (Diakses pada tanggal 17 April 2019).

Valenta,E. 2019. “Membedah penyebab mahalnya harga avtur di Indonesia”. (Online): https://beritagar.id/artikel/berita/membedah-penyebab-mahalnya-harga-avtur-di-indonesia. (Diakses pada tanggal 17 April 2019).

 

 

Energi Alternatif Merupakan Solusi Tepat Mengatasi Prediksi Kelangkaan Minyak Bumi Dimasa Mendatang

Nama : Sarah Safira
Nim     : 03031181722007

“Energi Alternatif Merupakan Solusi Tepat Mengatasi Prediksi Kelangkaan Minyak Bumi dimasa Mendatang

                                                              

                                                        

 

          Minyak bumi adalah bahan bakar fosil yang di gunakan sebagai bahan baku untuk bahan bakar minyak, bensin dan banyak produk-produk kimia berfungsi menjadi sumber energi yang penting karena minyak memiliki persentase yang signifikan dalam memenuhi konsumsi energi dunia. khusus nya di Indonesia kebanyakan proses produksi minyak Indonesia terkonsentrasi di cekungan-cekungan yang hanya berada di wilayah barat negara ini sehingga produksi minyak tidak maksimum. Cadangan minyak yang terbukti di seluruh Indonesia telah turun dengan cepat menurut  perusahaan minyak BP di Indonesia pada tahun 1994 memiliki 5,9 miliar barel cadangan minyak terbukti namun jumlah ini telah menurun menjadi 3,7 miliar barel pada akhir 2014. Sekitar 60% dari potensi ladang minyak baru Indonesia berlokasi di laut dalam yang membutuhkan teknologi maju dan investasi modal yang besar untuk memulai produksi. Dan juga Menurut informasi dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), cadangan minyak mentah terbukti yang ada saat ini akan bertahan untuk prediksinya hanya sekitar 23 tahun lagi.Minyak bumi yang ada di dalam tanah jumlahnya dari dulu hingga sekarang semakin berkurang. Kelangkaan minyak bumi pasti akan semakin dirasakan atau bahkan keberadaan dari minyak bumi akan punah.

           Kelangkaan minyak bumi ini merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan untuk negara Indonesia karena kelangkaan merupakan kondisi dari minimnya sumber daya alam yang ada. Umumnya kelangkaan minyak bumi terjadi karena kebutuhan manusia akan minyak bumi semakin meningkat, sedangkan ketersediaan minyak bumi semakin berkurang. Tapi bisa saja minimnya minyak bumi sekarang ini menurut saya bisa berkurang dikarenakan pengeboran tanah cukup dalam sehingga minyak tanah banyak menguap dan tidak maksimal untuk diproduksi. Faktor terjadinya bencana alam,karena apabila terjadi seperti banjir maka mengakibatkan distribusi minyak bumi semakin sulit walau bencana alam  terkadang bukan manusia saja penyebabnya utamanya, tapi karena keadaan bumi yang semakin tua. Apalagi disertai semakin banyaknya orang yang memiliki kendaraan berbanding terbalik terhadap ketersediaan bahan bakar minyak bumi yang ada.

        Prediksi kelangkaan minyak bumi dimasa mendatang ini kendatinya membuat kita sebagai masyarakat resah, dan berpikir untuk mencari solusi terbaik untuk mengganti minyak bumi dengan beberapa teknologi yang menghasilkan energi alternatif yang memiliki fungsi yang sama dengan minyak bumi. Walaupun energi alternatif adalah hal yang dapat membantu menggantikan minyak bumi, tetapi energi alternatif belum bisa menggantikan sepenuhnya efektif karena masih kurangnya kapasitas dari produksi energi alternatif sendiri. Karena itu langkah terbaik dalam menyikapi kelangkaan minyak bumi yang akan terjadi adalah kita memakai minyak bumi dengan bijak, seperti memiliki motor dan mobil jangan terlalu sering memakai nya apa bila tidak ada kepentingan dan budayakan hidup sehat seperti jalan kaki atau bisa menggunakan transportasi umum untuk menghemat penggunaan minyak bumi. Dan apabila industri pabrik yang memakai bahan bakar  diganti memakai energi alternatif tadi seperti energi dari matahari,energi dari angin, energi dari uap ataupun panas, biogas, biomassa, biofuel, energi pasang surut air laut, seperti pemanfaatan bunga biji matahari menjadi pengganti minyak bumi, energi alternatif dalam bidang transportasi seperti energi dari sampah plastik pengganti bahan bakar minyak, dengan demikian teknologi yang menghasilkan energi terbarukan tersebut menyebabkan kelangkaan minyak bumi bisa diminimalisasi.

         Akhirnya bisa disimpulkan kelangkaan minyak bumi harus diantisipasi dengan memproduksi energi alternatif untuk mengganti atau mengurangi pemakaian minyak bumi dalam skala besar, tapi di sisi lain kita masih mempertimbangkan biaya produksinya agar energi alternatif digemari oleh masyarakat dan ketersediaan energi alternatif mampu menyiapkan kebutuhan masyarakat yang dibutuhkan.

 

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP PERMINTAAN CRUDE PALM OIL (CPO) UNTUK BIODIESEL

Minyak bumi dalam bahasa inggris ‘petroleum’, dari bahasa Latin petrus–karang dan oleum–minyak), atau disebut juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar yang berada di lapisan atas dari beberapa area kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar meruapakan deret senyawa alkana, bervariasi dalam komposisi dan kemurniannya. Minyak bumi bersumber dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga makin hari cadangannya makin menipis sejalan dengan tuntutan kebutuhan energi dunia yang semakin meningkat.

 

Menipisnya cadangan minyak bumi serta pencemaran lingkungan merupakan isu global yang meresahkan manusia dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir. Hal ini berakibat melonjaknya harga minyak dunia yang memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia tak terkecuali negara berkembang seperti Indonesia. Kenaikan harga minyak bumi secara langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga listrik. Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi serta aktivitas industri. Hal ini tentu saja menyebabkan kebutuhan akan bahan bakar cair juga akan semakin meningkat.

 

Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia berdampak pada ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak bertambah. Oleh karena itu pengembangan energi bahan bakar terbarukan menjadi penting selama beberapa tahun terakhir. Salah satu alternatif sumber energi terbarukan yang cukup menjanjikan adalah biodiesel. Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan

 

Dewasa ini, banyak penemuan mengenai bahan lain pengganti bahan bakar minyak dari crude oil. Salah satunya adalah Crude Palm Oil (CPO). Minyak sawit Crude Palm Oil (CPO) merupakan komoditas strategis Indonesia dan sekaligus salah satu komoditas penting di pasar internasional.

 

Trend baru ini menunjukkan bahwa peran CPO tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan (antara lain minyak goreng) dan industri hilir lainnya. Dengan meningkatnya permintaan CPO di pasar dunia, maka permintaan CPO juga akan meningkat dan juga memiliki dampak yang lebih luas pada industri perkelapasawitan di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas maka studi tentang permintaan CPO untuk biodiesel dan dampaknya bagi industri kelapa sawit domestik menarik untuk dicari tahu.

 

Biodiesel atau metal ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel atau solar. Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa mendatang. Hal ini karena biodiesel bersifat dapat diperbaharui (renewable),dapat terurai (biodegradable) dan memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil) dan mampu mengurangi emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel juga bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak menghasilkan racun (non toxic).

 

Mengkonversi CPO menjadi biodisel memang memerlukan investasi yang tidak sedikit dan memerlukan effort yang lebih banyak, sehingga mengekspor CPO mentah tentu lebih mudah dan cepat mendatangkan uang. Jelas jauh lebih mudah daripada harus mengkonversi menjadi biodisel. Seharusnya pemerintah bisa melakukan langkah-langkah yang lebih baik untuk mendorong agar pengusaha kepala sawit dapat mengembangkan hasilnya menjadi bahan baker biodisel seperti membantu mengatasi penyediaan teknologi, serta menyiapkan sasaran pasar biodisel yang dihasilkannya.

 

Kajian ekonomi kelapa sawit Indonesia umumnya melihat permasalahan minyak sawit sebagai komoditas ekspor untuk memenuhi permintaan domestik maupun pasar internasional sebagai sumber bahan baku industri maupun pangan. Korelasi untuk mencari hubungan harga CPO dunia dengan harga BBM dunia disajikan pada gambar berikut.

 

 

Tahun 2008, total ekspor biofuel di pasar dunia mencapai 771 juta ton, yang bersumber dari minyak kedele dan minyak sawit. Volume ekspor USA tahun 2008 adalah 353 juta ton (45,8%) atau mendekati separuh total ekspor dunia, diikuti Negara Argentina sebesar 264 juta ton (34,2%). USA, Argentina dan Brazil adalah negara eksportir utama biodiesel di pasar dunia yang menggunakan bahan baku minyak kedele (soybean oil), sedangkan negara Indonesia menggunakan sumber minyak sawit. Pangsa ekspor biodiesel Indonesia tahun 2008 adalah 13,32% (102 juta ton).

 

Jika dibandingkan dengan Malaysia, net ekspor Malaysia adalah 6,6% (51 juta ton). (Oil World, 2009) Berdasarkan proyeksi Oil World (2009) dalam satu dekade ke depan (2008-2018), ekspor biodiesel Indonesia akan bertumbuh (growth) sebesar 1,62% per tahun, sementara Malaysia menurun (negative growth) 0,78% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara produsen utama dan sekaligus negara eksportir utama biodiesel yang bersumber dari minyak sawit di pasar dunia. Data ini mendukung hasil studi di atas, dimana produksi CPO Indonesia memiliki peran penting untuk memenuhi permintaan energi di pasar internasional. 

 

Trend hingga tahun 2018, dimana pertumbuhan produksi biodiesel Indonesia meningkat rata-rata 7,01% per tahun, sedangkan pertumbuhan konsumsi mencapai 15,32% per tahun, dan pertumbuhan ekspor biodiesel Indonesia ke pasar internasional adalah 0,17% per tahun. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan yang relatif baik, dimana selain untuk tujuan ekspor, produksi biodiesel Indonesia juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, bahkan komoditas substitusinya juga akan naik.

 

Kenaikan harga BBM terhadap permintaan CPO domestik akan memberikan dampak yang luas dalam industri kelapa sawit Indonesia, antara lain pada industri hilir minyak goreng domestik. Hal ini sangat logis, dimana permintaan CPO untuk energi akan berkompetisi dengan permintaan CPO untuk energi dan juga akan berdampak pada penurunan volume ekspor CPO domestik. Selanjutnya, penurunan ekspor CPO akan dirasakan oleh negara-negara pengimpor : RRC, India dan Uni Eropa. Sejak tahun 2000, rata-rata kenaikan harga BBM dunia mencapai 18,71% per tahun. Selanjutnya angka ini digunakan sebagai dasar penetapan besarnya kenaikan harga BBM.

 

Dari data-data diatas dapat kita lihat bahwa kenaikan harga minyak bumi secara terus menerus dapat diatasi dengan menggunakan energi terbarukan yaitu biodiesel. Selain lebih menghemat biaya untuk kedeepannya, sumber energi ini juga lebih ramah lingkungan serta merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui apabila persediaan minyak bumi dunia telah habis. Beberapa perusahaan kelapa sawit sebenarnya ada yang memproduksi biodiesel namun hanya skala kecil. Pemerintah seharusnya lebih mendukung lagi proses produksi biodiesel oleh perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit sehingga biodiesel yang mereka buat dapat dipasarkan keluar tidak hanya mereka pakai sendiri. Karena, kita tidak mungkin selamanya dapat menggunakan bahan bakar fosil yang suatu saat nanti cadangannya akan habis untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari maupun kebutuhan industri.

error: Alert: Mohon Maaf untuk perlindungan Hak Cipta Content, Anda Tidak Bisa Select untuk meng-copy content di web IATEK UNSRI ini!!
IATEK UNSRI

FREE
VIEW