Home Blog Page 10

Limbah Plastik dari Aku, Kamu, Kita Semua sebagai Salah Satu Alternatif Bahan Bakar

0

Limbah Plastik dari Aku, Kamu, Kita Semua sebagai Salah Satu  Alternatif Bahan Bakar

Fanny Aldanasti, Teknik Kimia Universitas Sriwijaya

     Di era modern seperti sekarang, seseorang tidak akan lepas dari barang berbahan plastik. Barang tersebut memiliki berbagai macam fungsi seperti beberapa diantaranya sebagai pembungkus makanan, perabotan rumah tangga, alat-alat listrik, dan lainnya. setiap barang dari bahan plastik tersebut tentu saja menjadi limbah yang merusak lingkungan dan ekosistem yang ada. Banyak peneliti maupun pemerintah mengupayakan berbagai macam cara agar limbah dari bahan plastik ini bisa diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat lain.

     Seperti yang kita ketahui, limbah dari bahan plastik memerlukan waktu yang sangat lama agar bisa terurai. Dikutip dari BBC.com, sampah plastik khususnya dalam bentuk kantong, membutuhkan waktu 20 hingga 1000 tahun untuk akhirnya dapat terurai. Hal ini tentu sangat membahayakan lingkungan dan ekosistem yang ada di bumi. Selain waktu untuk terurai yang lama, jumlah limbah plastik yang dihasilkan pun sangat besar. Sebagai contoh, Indonesia diperkirakan akan menghasilkan sampah sekitar 66-67 juta ton sampah pada tahun 2019. Adapun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan jenis sampah yang dihasilkan didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60 persen dan sampah plastik yang mencapai 15 persen. Jumlah yang banyak tersebut mendorong para peneliti untuk mengubah limbah dari bahan plastik tersebut menjadi sesuatu yang berguna dan memiliki nilai jual yang tinggi seperti dijadikan bahan bakar.

     Indonesia merupakan negara dengan konsumsi energi yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai 7% per tahun. Angka tersebut berada di atas pertumbuhan konsumsi energi dunia yaitu sebesar 2,6% per tahun. Konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2015 terbagi untuk sektor industri sebesar 31,79%, rumah tangga sebesar 15,27%, komersial sebesar 5,09%, transportasi sebesar 45,51%, dan lain-lain sebesar 2,34%. Dari data tersebut terlihat bahwa peningkatan konsumsi energi pada sektor transportasi meningkat beberapa tahun belakangan ini.

     Dari penjelasan di atas, dengan jumlah limbah plastik yang banyak serta kebutuhan akan bahan bakar minyak (energi tidak terbarukan), pengolahan lebih lanjut limbah tersebut telah banyak dilakukan. Menggunakan alat-alat yang sederhana, limbah plastik ini bisa diubah menjadi bahan bakar minyak. Seperti yang diketahui, plastik sendiri dibuat dari polimer-polimer yang sebelumnya didapat dari olahan minyak bumi. Dengan melelehkan kembali plastik, maka bisa didapat kembali minyak bumi. Minyak-minyak ini harus melewati proses pemisahan dan pemurnian terlebih dahulu agar dapat dipakai sebagai bahan bakar.

     Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar. Salah satunya adalah Tamilkolundu dan Murugesan, 2012, melakukan penelitian dengan mengubah sampah plastik jenis PVC menjadi bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak dari plastik PVC ini mempunyai densitas 7% lebih tinggi dari solar. Demikian juga dengan viskositasnya, lebih tinggi 300% dibanding solar. Selanjutnya bahan bakar minyak yang berasal sampah plastik tersebut dicampur dengan solar. Campuran bahan bakar ini diuji coba pada mesin diesel satu silinder. Untuk kerja yang diamati antara lain konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesifik, dan efisiensi termal. Solar yang dicampur dengan minyak dari plastik menghasilkan unjuk kerja konsumsi bahan bakar lebih rendah dan efisiensi termal yang lebih tinggi. Serta masih banyak lagi penelitian lain yang belum sempat disebut oleh penulis satu per satu. Semua penelitian tersebut diharapkan dapat menjadikan limbah bahan plastik yang jumlahnya banyak sebagai alternatif bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin berkurang.

 

Pembakaran bahan bakar ternyata berdampak buruk, bagaimana pencegahannya?

0

Seperti yang kita tahu, penggunaan minyak bumi dan gas alam saat ini cukup meningkat, baik diolah menjadi bahan bakar untuk kendaraan maupun perindustrian. Akan tetapi penggunaan minyak bumi yang berlebihan juga tidak baik. Tanpa kita sadari, ternyata banyak dampak buruk dari produk minyak bumi yang kita gunakan sehari-hari ini, baik itu dampak bagi kesehatan maupun lingkungan. Dampak buruk yang pertama yaitu, pemanasan global. Penggunaan minyak bumi untuk bahan bakar baik bagi kendaraan maupun perindustrian yang mengeluarkan karbon dioksida, dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Selain berdampak bagi pencemaran udara, karbon dioksida yang dihasilkan tersebut juga dapat berpengaruh pada berkurangnya lapisan ozon. Pemanasan global yang terjadi di dunia ini semakin hari semakin meningkat, seiring dengan banyaknya orang yang mengendarai kendaraan setiap harinya. Pemanasan global ini sendiri sebenarnya dapat diminimalisir dengan adanya penghijauan, atau slogan yang sering kita dengar dengan kata “Go-green”. Kita bisa mulai melakukan pencegahan pemanasan global yang dimulai dari diri kita sendiri, yaitu menanam pohon di halaman rumah, dan juga kita dapat bersama-sama melakukan penghijauan di beberapa tempat, seperti di perkotaan maupun di sekitar pabrik atau daerah perindustrian. Dampak kedua yang timbul yaitu pencemaran air. Proses pembentukan minyak bumi sering terjadi di daerah sekitar pantai. Sedangkan untuk distribusinya sendiri biasanya digunakan kapal untuk menampung minyak bumi tersebut. Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kapal tersebut mengalami kebocoran dan ada juga yang sampai meledak. Hal ini menyebabkan minyak yang ditampung kapal tadi jatuh ke dalam laut dan menyebabkan pencemaran air laut, dan pastinya ini akan menganggu ekosistem dari air laut. Dan tidak hanya menggangu eksosistem air laut, tapi juga menyebabkan banyak makhluk hidup disekitarnya mati. Dampak ketiga yaitu kesehatan. Asap yang berasal dari mesin kendaraan ini mengandung zat-zat yang berbahaya. Yang mana zat-zat ini jika terhirup oleh manusia akan menimbulkan gangguan kesehatan. Bukan hanya organ tubuh bagian dalam yang terganggu tetapi juga bagian luar tubuh seperti kulit juga akan menerima dampaknya. Kulit kita bisa jadi iritasi karena terus menerus terkena zat-zat berbahaya tadi.  Dampak keempat yaitu perubahan iklim yang ekstrim. Udara yang telah tercemar oleh gas-gas yang mengadung zat-zat berbahaya tadi berkumpul dalam lapisan atmosfer yang lama kelamaan akan mengendap disana. Hal ini tentunya akan membuat lapisan ozon menjadi tidak stabil dan terjadilah perubahan iklim yang ekstrim. Dampak yang terakhir yaitu hujan asam. Pada proses pengolahan minyak bumi tentunya akan melepaskan gas-gas yang memiliki asam yang kuat dan dapat menyebabkan terjadinya hujan asam . Hujan asam ini memiliki tingkat keasaman yang tinggi sehingga akan menyebabkan besi menjadi mudah berkarat, bangunan menjadi cepat rusak, dan apabila terkena kulit akan menimbulkan iritasi. Setelah begitu banyak dampak buruk yang dihasilkan dari bahan bakar, maka upaya-upaya yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir dampak dari bahan bakar tersebut antara lain, pemanasan global tadi dapat kita minimalisir dengan melakukan penghijauan. Untuk pencemaran air, kita perlu memperhatikan lagi keselamatan ketika mendistribusikan minyak melalui kapal-kapal laut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian, ketika kita berpergian sebaiknya kita menggunakan pakaian yang menutup tubuh seperti jaket, celana panjang dan masker untuk melindungi diri agar tidak terjadi iritasi kulit dan gangguan kesehatan. Selain dari upaya-upaya yang telah disebutkan diatas, kita juga dapat mengganti bahan utama dari bahan bakar kita tadi seperti produksi bietanol dan biodiesel. Bioetanol ini berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga ramah lingkungan. Biodiesel juga energi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Di indonesia sendiri banyak sekali tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan baku dari pembuatan biodiesel. Keunggulan dari biodiesel selain ramah lingkungan, juga membuat solar yang dicampur dengan biodiesel gas emisinya nanti akan lebih aman karena penambahan biodiesel akan meningkatkan angka setan.

 

AMPAS SAGU SEBAGAI SALAH SATU ENERGI ALTERNATIVE BIOETHANOL 

 

     Seiring dengan perkembangan zaman, minyak bumi dan gas alam memiliki peran penting dan strategis. Berdasarkan data statistik Indonesia telah mengalami peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sedangkan Cadangan minyak dunia diperkirakan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan selama 30 tahun kedepan. Di Indonesia ini minyak solar yang paling banyak dikonsumsi adalah BBM . Sekarang ini Indonesia masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri agar kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk bidang transportasi dan energi dapat tercukupi. Sedangkan harga minyak mentah dunia yang semakin naik memberikan dampak besar bagi perekonomian Indonesia, terutama kenaikan harga BBM. Hal tersebut mengakibatkan naiknya biaya pada proses industri dan juga transportasi. Minyak bumi yang dibutuhkan sekarang ini terus meningkat. Hal tersebut harus diantisipasi yaitu dengan mencari sumber energi alternatif. Krisis BBM yang melanda dunia telah mendorong berbagai negara untuk bertindak kreatif mengeksploasi sumber-sumber energi baru sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan energinya, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.

      Minyak bumi adalah energi yang tidak dapat diperbarui dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengkonversi bahan baku utama menjadi minyak bumi. Pada krisis energi saat ini, perlu adanya pengembangan energi yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan bakar fosil seperti pengalihan kepada energi terbarukan yaitu teknologi bioetanol.

     Bioetanol merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari biomassa yang mengandung pati, gula, dan lignoselulosa. Bahan bakar nabati merupakan alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM) konvensional, sehingga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada BBM konvensional. Penggunaan BBM konvensional telah diketahui tidak dapat dipertahankan lagi penggunaannya. Hal ini disebabkan jumlah cadangan minyak bumi semakin berkurang dan juga kontribusinya terhadap pemanasan global akibat terakumulasinya karbondioksida (CO2) di atmosfer hasil pembakaran minyak bumi.

     Proses dasar pembuatan bioetanol dari tumbuh-tumbuhan dalam skala besar adalah dengan menggunakan mikroba dari golongan bakteri yang mampu memfermentasikan gula yang terkandung didalamnya, setelah proses fermentasi terjadi, gula kemudian mengalami proses distilasi, dehidrasi dan denaturisasi sebagai tahap akhir.

Gambar: limbah ampas sagu untuk bioethanol 

     Ampas sagu merupakan substrat yang berpotensi untuk dimanfaatkan  untuk produksi bioetanol karena masih mengandung karbohidrat tinggi seperti amilum yang masih cukup tinggi. Penggunaan ampas sagu sebagai substrat untuk produksi etanol membutuhkan bakteri yang mempunyai aktivitas ganda, yaitu mampu menghidrolisis amilum (aktivitas amilolitik) sehingga komponen tersebut tersedia untuk dikonversi menjadi etanol.

     Pemanfaatan limbah cucian sagu sebagai bioetanol sangat berpotensi dalam mengatasi krisis energi, dan mempu menjadi sumber energi  yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Hal ini dikarenakan melihat luas hutan sagu di Indonesia sekitar 1,25 juta hektar dan budidaya sagu sekitar 148 ribu hektar. Hampir 96% areal hutan sagu ada di Papua. Dalam skala dunia, lahan sagu Papua sebesar 53% dari total areal sagu dunia sekitar 2,25 juta hektar.  Adapun Penyebaran luas areal sagu di Indonesia dapat di lihat pada tabel berikut :

Table :  Perkiraan Luas Areal Sagu di Indonesia

     Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat diperkirakan potensi produksi sagu pertahun dapat mencapai 2 – 16 ton/ha/tahun, dan jika  diasumsikan tersedia 40 % dari luas areal Sagu sebesar 716.000 hektar yang dapat dipanen, maka potensi produksi sagu nasional mencapai 0,6 – 4,5 juta ton/tahun. Dari potensi tersebut maka ketersedianan bahan pembuatan bioetanol ini dapat terpenuhi dan sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat

     Teknik pengolahan metroxilon sagu menjadi bioetanol atau METROTANOL  (Metroxylon Sago Bioetanol) terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) persiapan bahan baku seperti limbah air cucian sagu dan ragi, (2) pemasakan pati dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (saccharification) (3) Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Proses ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8- 12%. (4) Proses destilasi etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Setelah proses produksi selesai maka METROTANOL dapat digunakan sebagai bahan bakar. METROTALOL ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan METROTANOL: Bensin sebesar 1: 9 atau 2:8.

     Bioetanol dihasilkan dari sumber nabati dari tumbuhan bergula dan berselusa memiliki keunggulan sebagai berikut:

  1. Memiliki angka oktan yang tinggi
  2. Mampu menurunkan tingkat opasiti asap, emisi partikulat yang membahayakan kesehatan dan emisi CO dan CO2
  3. Mirip dengan bensin, sehingga penggunaanya tidak memerlukan modifikasi mesin.
  4. Tidak mengandung senyawa timbal    

    Mengingat potensi hutan alam sagu Indonesia yang luas, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Mengingat variasi genetik yang terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan sagu sebagai sumber energi alternatif masa datang. Untuk menutupi kebutuhan pangan hanya 5% dari potensi yang ada, sehingga sisanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioetanol. Untuk pengembangan budidaya sagu, masyarakat selama ini sudah mengenal teknik perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif, sehingga untuk mendorong masyarakat lebih giat membudidayakan sagu tidak sulit. Pemanfaatan hutan alam sagu, maupun hutan tanaman sagu, yang diiringi pengembangan budidaya serta berdirinya industri bioetanol akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Gusmailina. 2009. Prospek Bioetanol Dari Sagu (Metroxylon Spp) Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah. (Online) https://energihijauku-gsmlina.Blogspot.com /2009/12/energi-bioe tanol-dari-sagu.html . (Diakses pada tanggal 19 april 2019)

Mamangkey, jendri. 2016. Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Ampas Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) Dengan Menggunakan Bakteri Zymomonas Mobilis Dalam Menjawab Tantangan Penggunaan Biofuel Di Indonesia. (Online) https://jendrimamangkey. blogspot.com/2016/05/pembuatan-bioetanol-dari-limbah-ampas.html. (Diakses pada tanggal 19 april 2019)

Mamangkey, jendri, dkk. 2016. Produksi Bioetanol Dari Limbah Ampas Sagu (Metroxylon   Sagu Forma Sagu Rauw) Menggunakan Bakteri Amilolitik Indigenous. (Online) https://jendrimamangkey.blogspot.com/2016/01/produksi-bioetanol-dari-limbah-ampas.html. (Diakses pada tanggal 19 april 2019)

Vansa, hajra dan Widya sujarwati. 2015. Etrotanol (Metroxylon Sago Bioetanol): Sebagai Energi Alternatif Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Limbah Cair Cucian Sagu Untuk Menghadapi Krisis Energi Dalam Mewujudkan Indonesia Mandiri. (Online) https://hajrayansa.blogspot.com/2018/05/metrotanol-metroxylon-sag-o-bioetanol-s.html. (Diakses pada tanggal 19 april 2019)

Pemanfaatan LNG Sebagai Sumber Energi di Indonesia

0

 

       Gas bumi merupakan sumber daya alam dengan cadangan terbesar ketiga di dunia setelah batubara dan minyak bumi. Gas alam pada awalnya tdak dikonsumsi sebagai sumber energi karena kesulitan dalam hal transportasi sehingga selalu dibakar ketika diproduksi dengan minyak bumi. Pemanfaatan gas alam di Indonesia tidak hanya untuk transportasi dan rumah tangga saja, tetapi sekarang bisa digunakan untuk industri.

       Cadangan gas bumi dalam jumlah yang besar sering ditemukan dilokasi terpencil yang jauh dari lokasi pemakai/konsumen. Apabila secara ekonomis layak dan memungkinkan, gas bumi dapat ditransportasikan melalui pipa. Tetapi apabila sumber gas bumi dan konsumen dipisahkan oleh laut dan kepulauan bahkan benua atau dipisahkan jarak dan kondisi alam yang tidak memungkinkan ditransportasikan melalui pipa, maka alternatif yang mungkin secara teknis dan layak secara ekonomis adalah dengan mencairkan gas bumi tersebut. Bila didinginkan sampai temperatur –162˚C pada tekanan 1 atm, gas alam menjadi cair dan volumenya berkurang sampai dengan 600 kalinya. Dengan pengurangan volume yang sangat besar tersebut, gas alam cair (LNG) dapat ditransportasikan secara ekonomis dalam tanker yang terisolasi.

      Salah satu faktor penyebab utama Indonesia belum bisa memanfaatkan LNG sebagai bahan bakar disebabkan karena tidak adanya usaha dari Pemerintah untuk mengenalkan LNG sebagai salah satu sumber energi yang bersih dan emisi rendah kepada masyarakat dan tidak adanya fasilitas infrastruktur yang mendukung.  Karakteristik LNG Volum 600 kali lebih kecil dibandingkan dengan gas alam sehingga dapat memudahkan transportasi karena LNG membutuhkan volum lebih kecil daripada saat berwujud gas, LNG sebagian besar terdiri dari metan, tidak mengandung sulfur dan bahan ikutan lain sehingga merupakan bahan bakar bersih, ramah lingkungan (rendah emisi) dan tidak menimbulkan kerak dalam ruang bakar, Berat jenis gas LNG lebih rendah dari udara sehingga apabila terjadi kebocoran, gas LNG akan naik ke udara, dan Tidak beracun dan tidak berbau.

      Kebutuhan energi di Indonesia terutama penggunaan diesel/solar setiap tahun selalu meningkat, dikarenakan jumlah kilang di Indonesia tidak bertambah dan produksi minyak mentah akhir-akhir ini terjadi penurunan. Sehingga penambahan konsumsi tersebut dipenuhi dengan penambahan impor minyak solar/diesel, hal ini semakin memberatkan keuangan negara . Kondisi tersebut diatas harus segera dicarikan jalan keluarnya. Salah satu sumber energi alternatif pengganti solar adalah LNG. Dengan dipakainya LNG sebagai salah satu sumber energi diharapkan akan mengurangi impor solar/disel, sehingga menghemat devisa negara serta meningkatkan daya saing industri domestik. Indonesia merupakan produsen utama LNG dunia, hampir semua LNG yang diproduksi diekspor ke luar negeri utamanya ke Jepang, Korea dan China. LNG sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat maupun industri domestic sebagai sumber energi, hal ini dikarenakan kurang adanya sosialisasi manfaat dari LNG.

      Pengunaan LNG sebagai bahan bakar mesin pertambangan/industri dan juga PLTD dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap minyak. Tentunya hal tersebut dapat dilakukan bila ditunjang dengan tersedianya fasilitas yang baik untuk distribusi LNG dari unit kilang LNG yang ada di Indonesia maupun unit converter kil sebagai alat penting untuk konversi solar menjadi gas (LNG) sebagai bahan bakar yang akan digunakan pada mesin diesel. Nilai saving cost berdasarkan fuel consumption sebesar 19 dan LNG akan sangat bermanfaat sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar minyak.

       Untuk bisa memanfaatkan LNG sebagai bahan bakar pengganti solar maka perlu dibangun fasilitas dan infrastruktur yang baik meliputi moda transportasi, teknologi penyimpanan, maupun teknologi converter kit sehingga LNG bisa digunakan untuk menggantikan solar pada mesin disel yang ada. Berdasarkan cost saving analysis, penggunaan dual fuel (Diesel dan LNG) pada mesin, yaitu memanfaatkan LNG pada mesin diesel dapat menghasilkan penghematan sebesar 20-25% bila dibandingkan dengan menggunakan single fuel saja dengan solar.

 

Mikroalga Sebagai Kandidat Pengganti Minyak Bumi

     Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah minyak bumi. Minyak bumi merupakan hasil pelapukan dari fosil – fosil tumbuhan dan hewan pada jutaan tahun yang lalu, berbentuk cairan kental dan mudah terbakar. Lamanya pembentukan minyak bumi menjadikannya sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon. Walaupun bukan sumber energi terbesar di bumi, minyak bumi adalah salah satu energi yang paling banyak dimanfaatkan sampai saat ini. Dalam berbagai bidang minyak bumi memiliki manfaat seperti sebagai bahan bakar kendaraan, sumber produksi polimer, keperluan industri kimia dan masih banyak lagi. Mengetahui minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui mendorong banyaknya teknologi dan metode baru dikembangkan agar minyak bumi dapat dikelola secara maksimal.

     Saat ini pengeboran minyak bumi sangat gencar dilakukan demi memenuhi kebutuhan yang ada. Sisi lain dari pengelolaan minyak bumi membawa dampak tersediri seperti masalah pencemaran yang diakibatkan tumpahnya minyak hasil pengeboran di laut. Penggunaan minyak bumi untuk bahan bakar kendaraan ataupun dalam perindustrian yang mengeluarkan karbon dioksida dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Tak hanya itu, semua proyek pertambangan memerlukan lahan dalam jumlah besar untuk membangun lubang tambang, tentunya proses ini bisa menggusur lahan pertanian, hutan dan sumber air. Dampak tersebut harus dipikul karena kebutuhan minyak bumi yang akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tidaklah baik jika manusia terus bergantung pada minyak bumi, selain ketersediannya yang terus berkurang, dampak yang ditimbulkan pun cukup besar. Untuk itu dilakukan pengembangan energi alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mengatasi kelangkaan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan yaitu degan biodiesel.

     Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang terdiri dari mono-alkil ester dari rantai panjang asam lemak yang dapat terbakar dengan sempurna. Salah satu sumber penghasil minyak yang belum banyak digali manfaatnya adalah Mikroalga (Chlorella sp.) yang mengandung minyak sekitar 28%-30% dari berat kering yang dapat digunakan untuk mengkatalisis triglyceride menjadi methyl ester (biodiesel) dengan mekanisme transterifikasi. Metode transterifikasi atau menggunakan metanol dan katalis asam akan menghasilkan 85,5% biodiesel dan proses ini dilakukan selama 40menit pada suhu 90°C.

     Mikroalga merupakan mikroorganisme atau jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah. Mikroalga laut berperan penting dalam jaring – jaring makanan di laut dan merupakan materi organik dalam sendimen laut, sehingga diyakini sebagai salah satu komponen dasar pembentukan minyak bumi di dasar laut yang dikenal sebagai fossil fuel. Untuk pertumbuhan biomassa mikroalga dibutuhkan cahaya, CO2 dan nutrient yang cukup. Biomassa tersebut diekstraksi dengan n-heksan untuk mendapatkan minyak alga dan kemudian dilanjutkan dengan proses transterifikasi. Limbah dari hasil ekstraksi biomassa mikoralga sendiri dapat dipakai untuk pakan ternak.

     Selama ini mikroalga hanya dimanfaatkan sebagai pakan larva ikan pada kegiatan budidaya. Dengan gencarnya penelitian untuk mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi, mikroalga diyakini sebagai salah satu biornergi sebagai bahan baku penghasil biofuel. Mikroalga dipilih karena pertumbuhannya yang cepat, tidak membutuhkan lahan yang luas dan biaya produksi yang cukup rendah. Mikroalga mempunyai kemampuan untuk menyerap karbondioksida sehingga dapat mengurangi efek rumah kaca.

     Sebuah penelitian mengatakan bahwa biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai jenis tanaman. Saat ini yang umum digunakan sebagai sumber biodiesel adalah minyak sawit, jarak, jagung sebagai campuran solar. Berikut pada tabel menunjukkan berbagai jenis tanaman dan volume biodiesel yang dapat diproduksinya.

Sumber : Chirsti, 2007

       Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa banyak sekali biodiesel dapat dihasilkan dari jenis tanaman pangan. Hal ini dikhawatirkan permintaan pasar akan biodiesel nantinya akan menganggu permintaan pasar untuk tanaman pangan.

     Alangkah baiknya jika mirkroalga yang bukan jenis tanaman pangan dimanfaatkan semaksimal mungkin guna memproduksi biodiesel. Dengan pertimbangan kebutuhan lahan yang sedikit, biaya produksi cukup murah dan dapat menghasilkan minyak yang cukup banyak, mikroalga hadir sebagai kandidat yang siap menggantikan minyak bumi kedepannya.

Solusi untuk kenaikan angka Impor LPG di Indonesia

Solusi untuk kenaikan angka Impor LPG di Indonesia

LPG atau Liquefied Petroleum Gas merupakan kebutuhan primer disetiap rumah yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar kompor gas. LPG itu sendiri merupakan hasil pencampuran berbagai macam unsur hidrokarbon yang berasal dari crude oil dan natural gas dan komponen utamanya merupakan Propana (C3H8) dan Butana (C4H10). Minyak mentah yang didapat dari pemisahan gas alam yang memiliki campuran kompleks dengan material pembentuknya berupa senyawa alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna siklo-alkana, aromatik dan senyawa anorganik. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan cara pemisahan melalui perbedaan titik didih. Proses ini disebut dengan destilasi bertingkat. Agar didapatkan produk akhir yang sesuai dengan yang diinginkan, maka hasil dari destilasi bertingkat ini perlu di lakukan proses konversi, pemisahan pengotor dalam fraksi, dan pencampuran fraksi.

Kelebihan dari pemakaian LPG ini dibandingkan dengan bahan bakar lainnya (misalnya minyak tanah ataupun kayu bakar) yaitu hasil pembakaran lebih sempurna dan lebih bersih, dan juga mudah dalam penggunaan, serta harga yang terjangkau (hasil dari subsidi dari pemerintah). LPG ini disamping memiki kelebihan seperti yang telah disebutkan LPG ini juga memiliki beberapa kekurangan, yang paling berbahaya yaitu dapat menimbulkan ledakan. Kerugian dari ledakan ini bukan hanya dalam hal materi, namun juga bisa menimbulkan korban jiwa.

 Dewasa ini Indonesia mengalami permasalahan impor yang cukup tinggi dalam impor LPG ini yang telah mencapai 70% dari total kebutuhan dalam negeri. Dalam gelaran Pertamina Energy Forum disebutkan bahwa dalam setahun impor LPG kira-kira sebesar US$ 3 Miliar atau setara dengan Rp.5 Triliun hal ini bukanlah angka yang kecil.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Oktober 2018 terdapat volume impor LPG sejumlah 460.000,03 ton. Sedangkan dari segi nilai impor LPG pada Oktober 2018 menghabiskan US$ 304,07 juta, naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 239,58 juta.

Adapun secara kumulatif,  dari Januari sampai Oktober 2018 tercatat volume impor LPG sudah mecapai 4,55 juta ton, naik dari tahun lalu pada periode yang sama sebesar 4,49 juta ton. Dengan ini membuat nilai impor LPG secara kumulatif melonjak tinggi, yang berawal dari US$ 2,13 miliar pada Januari sampai Oktober menjadi US$ 2,54 miliar.

Mengurangi impor LPG memanglah hal yang sulit, banyak sumur-sumur gas Indonesia yang disebut lean gas, komponen Propana dan Butana tipis sehingga tidak bisa membuat LPG. Ditambah dengan pemakaian LPG di Indonesia yang tinggi sebesar 6,7 sampai 6,8 juta ton dari situ 70% merupakan LPG impor.

Karena itu diperlukan pengembangan energi alternatif baru yaitu salah satunya merupakan DME (Dimethyl Ether) yang merupakan hasil dari gasifikasi batubara. Jika gasifikasi serius dikerjakan sebenarnya tidak memakan waktu yang lama sekitar 2 sampai 3 tahun.

PTBA setempat memprediksi untuk kembangkan gasifikasi batu bara dibutuhkan kesiapan dana setidaknya US$ 10 miliar. Terakhir, PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk juga menjalin kerjasama dengan Air Product an Chemicals Inc, perusahaan berbasis di Amerika Serikat. Kerja sama itu dalam rangka meningkatkan nilai tambah batu bara Indonesia.

Kerjasama meliputi pengembangan gasifikasi batubara di mulut tambang Batubara Peranap, Riau untuk menjadi dimethyl eter (DME) dan syntheticnatural gas (SNG). Dari kerjasama itu pabrik peranap diharapkan dapat bekerja pada thahun 2022 untuk beroperasi melakukan proses gasifikasi.

error: Alert: Mohon Maaf untuk perlindungan Hak Cipta Content, Anda Tidak Bisa Select untuk meng-copy content di web IATEK UNSRI ini!!
IATEK UNSRI

FREE
VIEW