Ir Ahmad Agoes Yunaedy termasuk salah seorang pionir alumni Teknik Kimia Universitas Sriwijaya (Unsri) yang sukses berkarir di industri minyak dan gas (migas).
Di masa aktif berkarir, ia sempat menjabat General Manager PT Pertamina UP IV Cilacap
Saat menyelesaikan kuliah pada 1973, sebenarnya Ir Ahmad Agoes Yunaedy sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di Unsri. “Di tahun 1971 saya sudah diangkat jadi PNS di fakultas teknik,” terang alumnus Teknik Kimia Unsri angkatan 1964 itu.
Ia bekerja di Unsri sekitar empat tahun, hingga 1974. Kemudian, dirinya mendapat informasi ada penerimaan karyawan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Pertamina. Ia pun ikut melamar. “Jalani tes dan lulus,” cetus pria kelahiran Cempat, OKU itu.
Namun ia harus mengundurkan diri dari PNS. Pasalnya, pihak perusahaan meminta kejelasan. “Jadi statusnya tidak terikat dengan instansi lain,” ungkap Kak Jun – panggilan akrabnya.
Ia sempat dipanggil dekan fakultas teknik soal pengunduran diri. Tapi keputusannya sudah bulat. “Saya ingin coba (berkarir, red) di BUMN,” cetus suami Siti Nurbaya Hasjim itu.
Memasuki dunia kerja baru, sejumlah kendala dihadapi. Ternyata, secara umum, tidak semua ilmu yang diperoleh di sekolah dan bangku kuliah terpakai. Tapi tetap ada bagian tertentu bisa dimanfaatkan. Seperti ilmu basic (dasar). “Kalau ilmu yang paling menonjol (banyak digunakan, red) tentang heat transfer dan mass transfer,” tuturnya. Selain itu, lanjut Kak Jun, apa yang dihadapi di industri tidak semua dipelajari di sekolah atau kuliah.
{loadposition myposition}
Lantas bagaimana ia bisa mengatasi permasala- han tersebut?
“Kunci sukses ya harus mau belajar. Kalau tidak mau belajar, jangan harap bisa menyesuaikan diri,” beber-nya.
Ketekunan bekerja membuat karirnya terus menanjak.
Dipercaya menjadi pimpinan. Ia pun harus lebih mempelajari soal ke-ekonomian, keuangan dan manajemen.
“Jadi tidak lagi masalah teknis,” tuturnya. “Memang, ketika kuliah ada belajar tentang ekonomi dan manajemen. Tapi sedikit. Pembahasannya pun luas. “Begitu masuk industri, ilmu tentang keekonomian, diperoleh dengan kursus-kursus perusahaan,” terangnya.
Satu lagi kata kunci sukses, terutama bagi dirinya yang termasuk alumni Unsri, khususnya teknik kimia yang pertama bersaing di industri adalah kuatkan tekad untuk maju, tetap bersaing atau eksis. “Kalau tidak kita akan kalah,” ucapnya.
Apalagi, saat itu dirinya melihat alumni Unsri merupakan minoritas di industri tempatnya bekerja. Karyawan lainnya mayoritas lulusan perguruan tinggi (PT) yang sudah lebih dulu eksis. Seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gajah Mada (UGM). Belakangan juga ada Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Dirinya yakin, generasi-generasi awal teknik kimia menghadapi permasalahan yang sama. Yakni eksistensi dan karir. Maka itu, dalam kursus, pelatihan atau suatu kegiatan yang ada persaingan di perusahaan, dirinya selalu berusaha menjadi nomor satu. “Harus menonjol,” tegasnya. Sejumlah permasala han dialaminya dulu tentu masih dihadapi para alumni Unsri. Meski saat ini Unsri sudah mulai sejajar dengan perguruan tinggi ternana lain di Tanah Air.
“Kita harus tetap sejajar, lebih baik lagi,” katanya bersemangat. “Caranya yakni dengan banyak belajar. Pasalnya, lompatan teknologi itu sangat jauh sekali”. Seperti diungkapkan dosennya di bangku kuliah. “Ilmu yang dipelajari di buku dulu sudah ketinggalan sepuluh tahun. “Kalau tidak belajar, mau ketinggalan beberapa puluh tahun,” tukasnya.
Sumber : Majalah Kemika Sriwijaya Edisi Pertama : Juli 2018