Gas bumi merupakan bahan bakar fosil berfasa gas yang dapat ditemukan di ladang minyak atau gas dan juga tambang batubara. Sama halnya dengan minyak bumi dan batubara, gas bumi juga berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang tertimbun dibawah tanah selama jutaan tahun. Berdasarkan sumbernya, gas bumi dibedakan menjadi dua jenis yaitu associated gas dan non-associated gas. Gas bumi yang ditemukan bersama-sama dengan minyak bumi dalam suatu reservoir disebut dengan associated gas. Sedangakan, non-associated gas ialah gas yang ditemukan tidak menyatu dengan minyak bumi di dalam suatu reservoir.
   Kandungan dari gas bumi ialah senyawa hidrokarbon dan senyawa pengotor seperti O, S,  dan senyawa lainnya dengan jenis dan jumlahnya bervariasi sesuai dengan sumber gas bumi. Sebelum digunakan, senyawa pengotor yang ada haruslah dihilangkan. Tujuannya ialah agar kandungan gas bumi yang digunakan lebih murni dan tidak berbahaya saat digunakan.
   Gas bumi merupakan sumber energy yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan. Dari sector industry, gas bumi dapat dijadikan bahan baku industry pupuk, petrokimia, methanol, plastic dan industri lainnya. Dari fungsinya sebagai bahan bakar, gas bumi dapat digunakan pada PLTU, PLTG dan kendaraan bermotor. Gas bumi juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga terkhususnya sebagai bahan bakar memasak, yakni dalam bentuk liquefied petroleum gas atau yang sering disebut dengan gas elpiji.
   Di negeri ini, cadangan gas bumi cukup melimpah. Ini dibuktikan dengan data dari DITJEN MIGAS Kementerian ESDM, yang mana Indonesia memiliki cadangan gas bumi sebesar 135,55 Triliun Square Cubic Feet per januari 2019. Dengan angka sebesar itu, mendudukkan Indonesia di peringkat 9 dunia dengan cadangan gas bumi terbesar.
   Selama ini, gas bumi di Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan domestik. Produksi gas dalam negeri lebih banyak di ekspor ketimbang memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. Ada beberapa faktor yang membuat hal itu terjadi yaitu masih minimnya infrastruktur gas dan kandungan gas yang dihasilkan di Indonesia. Jadi hal inilah yang menyebabkan kita mengimpor gas walaupun kaya akan gas.
   Dari faktor di atas, gas bumi di Indonesia sebenarnya bisa dimanfaatkan dengan baik untuk kebutuhan dalam negeri. Salah satunya ialah untuk bahan bakar memasak. Seperti yang kita ketahui, sejak era konversi minyak tanah ke  gas elpiji, hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar dalam memasak. Walaupun merupakan salah satu produk gas bumi, tetapi gas elpiji belum dapat kita produksi maksimal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Alasan utama nya ialah kandungan gas yang dihasilkan di Indonesia tidak sesuai untuk memproduksi gas elpiji. Kandungan gas yang dihasilkan di Indonesia ialah jenis lean gas atau gas bumi dengan rantai pendek ( C1 dan C2 ). Sedangkan, jenis gas yang dibutuhkan untuk memproduksi gas elpiji ialah jenis wet gas atau gas bumi dengan rantai panjang ( C3 dan C4 ). Ini merupakan salah satu jawaban dari mash tingginya impor elpiji di Indonesia.
   Pemerintah pun telah mempunyai program strategis untuk menangani pemanfaatan gas bumi secara maksimal. Program tersebut ialah jaringan gas untuk rumah tangga atau gas kota yang biasa disebut dengan JARGAS. Program ini memanfaatkan gas yang didapatkan dari lapangan minyak atau gas bumi untuk didistribusikan ke rumah tangga melalui pipa-pipa gas yang tersedia. JARGAS atau gas pipa dapat menggantikan gas elpiji sebagai bahan bakar dalam memasak.
   Jika dibandingkan antara gas pipa dan gas elpiji, tentunya gas pipa lebih unggul.keunggulan gas pipa dapat ditinjau dari segi ekonomi maupun segi keamanan. Faktor inilah yang semestinya menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengkonversi gas elpiji dengan gas pipa.
   Dari segi ekonomi, gas bumi lebih murah dibandingkan dengan gas elpiji. Rata-rata harga gas pipa Rp. 3.000 – Rp.4.000 per meter kubik. Sedangkan harga gas elpiji ialah Rp.12.500,  ini berarti masyarakat lebih hemat 3x lipat dengan menggunakan gas pipa. Dengan digunakan nya gas pipa pada bahan bakar rumah tangga, ini juga akan berdampak pada impor gas elpiji untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jika saat ini kita masih mengimpor gas elpiji, bukan tidak mungkin setelah seluruh masyarakat menikmati gas pipa maka Indonesia tak perlu lagi mengimpor gas elpiji.
   Dari segi keamanan, jargas juga lebih aman dibandingkan dengan gas elpiji. Gas pipa yang mempunyai kandungan metana dan etana memiliki tekanan yang lebih kecil dari gas elpiji dan densitas nya yang lebih kecil dari udara. Jadi, ketika terjadi kebocoran gas akan menguap ke atas. Berbanding terbalik dengan gas elpiji yang densitas nya lebih besar dari udara. Ketika terjadi kebocoran, gas akan mengendap di lantai dan dapat menimbulkan ledakan jika ada pemicu nya. Tentunya hal ini menjadi solusi dari kecemasan masyarakat ditengah maraknya kasus ledakan akibat gas elpiji.
  Dari kedua faktor yang ada, menjadi alasan kuat bagi kita untuk mendukung pemerintah dengan program JARGAS nya. Sudah saatnya masyakat menggunakan energi yang murah, aman dan ramah lingkungan. Di mulai dari momentum ini, mari kita bumikan gas bumi di ibu pertiwi.
Â
Referensi
Ditjen Migas 2014. Pembangunan Jaringan Gas Bumi Untuk Rumah Tangga. https://migas.esdm.go.id/uploads/buku-jargas-isi-pdf. ( diakses 17 April 2019 ).
Ditjen Migas. 2019. Data Cadangan Gas Bumi Di Indonesia. http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=cadanganGasBumi/index. ( diakses 17 April 2019 ).
Hardjono, A. 2016. Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta. UGM Press.
Sanusi, Bachrawi. 2004. Potensi Ekonomi Migas Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Â
Â
Â