Kebijakan Rektor yang menginginkan agar tidak ada perbedaan antara mahasiswa kampus Indralaya dan kampus Palembang tentunya diikuti oleh berbagai konsekuensi, yang salah satunya adalah hilangnya kata “ekstension” dari kamus Unsri. Diharapkan tidak ada perbedaan antara lulusan ekstensi kampus Palembang dengan lulusan reguler kampus Indralaya, kecuali biaya perkuliahan dan moda masuk Unsri yaitu melalui USM dan SNMPTN.
Apakah dengan hilangnya kata ‘ekstensi” ini akan dikuti oleh berbagai konsekuensi logis seperti kesamaan sarana dan fasilitas, kualitas perkuliahan, dan kesempatan mengikuti organisasi internal kampus bagi mahasiswa kedua jenis kampus tersebut?. Kalau kedua kampus sama dan sejajar berarti mutlak ada kesetaraan dalam perlakuan dalam segala hal terhadap mahasiswanya.
Sebagai contoh untuk Fakultas Teknik, sarana prasarana perkuliahan (gedung) jelas kampus Palembang akan lebih nyaman karena berAC, setiap ruangan mempunyai LCD Proyektor dan ruangan kelas yang cukup bersih. Kualitas perkuliahan semestinya juga lebih baik karena dosen yang mengajar mendapatkan honorarium tambahan. Hal ini menjadi salah satu faktor kenapa dosen lebih senang mengajar di kampus Palembang daripada kampus Indralaya. Kampus kelas Palembang “masih hidup” sampai pukul 09.00 malam sedangkan kampus Indralaya pada saat itu sudah gelap gulita. Jangankan pukul 09.00 malam, pukul 3 sore saja banyak kelas yang lengang karena tidak ada lagi aktivitas perkuliahan.
Disisi lain, kesempatan untuk berorganisasi bagi mahasiswa kampus Indralaya jauh lebih banyak dan aktif. Bahkan ada kesan bahwa terjadi dualisme dalam organisasi mahasiswa. Mahasiswa kelas Palembang membentuk himpunan sendiri. Padahal setiap mahasiswa baik asal kampus Palembang maupun kampus Indralaya punya kesempatan untuk bergabung dalam satu wadah kegiatan organisasi kemahasiswaan di kampus Unsri.
Akhir akhir ini bahkan telah diizinkan perpindahan mahasiswa dari kampus Indralaya ke kampus Palembang atau sebaliknya. Mahasiswa dari kampus Indralaya dapat pindah kuliah ke kampus Palembang dan sebaliknya. Namun kecenderungan yang ada mahasiswa kelas Indralaya pindah ke kelas Palembang. Adanya kepindahan mahasiswa dari Palembang ke Indralaya yang katanya disesuaikan dengan kuota menimbulkan beberapa kesan.
Pertama
Tidak ada perbedaan antara calon mahasiswa yang masuk baik melalui jalur SNMPTN atau USM. Tingkat persaingan ketat SNMPTN dapat diterobos oleh USM yang notabene pesertanya (walau tidak semua) biasanya berasal dari siswa yang gagal atau tidak sempat ikut SNMPTN.
Kedua
Kepindahan mahasiswa ini menurut saya lebih didasarkan atas “prinsip ekonomis” dimana mahasiswa tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk transportasi dan akomodasi rute Indralaya Palembang dan sebaliknya. Belum lagi dapat mengurangi resiko di jalan (kendaraan mogok, kecelakaan, terlambat ke kampus karena padatnya kendaraan pada rute tersebut) atau mahasiswa tsb diterima bekerja dll.
Untuk mahasiswa baru barangkali tidak menimbulkan masalah yang signifikan kecuali berkurangnya pemasukan DPF bagi fakultas. Bagi mahasiswa lama di kampus Indralaya yang pindah ke kampus Palembang akan menimbulkan problema diantaranya terbatasnya daya tampung di kelas Palembang, dan juga penyesuaian transkript yang telah diperoleh karena adanya perubahan Nomor Induk Mahasiswa (NIM).
Sebagai ilustrasi : Seorang mahasiswa di kelas Indralaya yang duduk di Semester 5 Angkatan tahun 2009 dan pindah ke kelas Palembang ia mendapat NIM baru dan terdaftar sebagai mahasiswa Angkatan 2011. Bila nanti menyelesaikan kuliahnya pada tahun 2013 berarti masa studinya hanya lebih kurang 3 tahun. Sepertinya kebijakan lintas batas ini perlu ditinjau kembali karena berpengaruh pada RBA (Rencana Bisnis Anggaran) Fakultas dan sistem informasi manajemen akademik Unsri. Kalau masih dilanjutkan tentunya diperlukan peraturan (SK Rektor) yang menangani masalah ini sehingga didapat kejelasan berapa kuota yang diberikan untuk kepindahan mahasiswa dari masing-masing jurusan. Apakah mereka yang pindah dari Indralaya ke Palembang diwajibkan membayar SPP dan DPF seperti mahasiswa kelas Palembang?.
Perguruan tinggi negeri termasuk Unsri telah diberikan kuota mahasiswa baru yang jumlahnya minimal 60% harus berasal dari jalur SNMPTN. Sisanya 40% diberikan kepada calon mahasiswa diluar SNMPTN termasuk jalur undangan dan melalui USM. Ke depan barangkali sebaiknya seluruh calon mahasiswa diwajibkan mengikuti ujian SNMPTN kecuali jalur undangan. Sehingga kuota calon mahasiswa baru harus juga memperhitungkan kelas Palembang. Tentunya hal ini berkaitan juga dengan efisiensi baik dari segi waktu maupun biaya. Selain itu calon mahasiswa kelas Palembang tidak merasa menjadi “nomor dua” karena mereka juga diterima melalui jalur SNMPTN. USM sebaiknya hanya diperuntukan untuk calon mahasiswa yang berasal dari jalur DIII.
Catatan : artikel ini sudah dipublish dalam blog saya di komunitas blogger unsri.